Sleman -
Pelukis Djoko Pekik menyerahkan lukisan berjudul Berburu Celeng Merapi ke Museum Anak Bajang, Omah Petruk, Pakem, Sleman. Lukisan ini merupakan permintaan dari Romo Sindhunata untuk menumpas celeng di Merapi.
"(Iya) menyerahkan lukisan saya Berburu Celeng Merapi. Celeng baru ini permintaan Romo Sindhu. Celeng merapi mbok dibunuh. Jadi Merapi nggak ada celeng, nggak ada raja celeng, aman," kata Djoko Pekik, Jumat (19/11/2021).
Maestro pelukis Indonesia itu memang tenar dengan lukisan-lukisan celengnya. Namanya melejit di tahun 1998 berkat lukisan Berburu Celeng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari lukisan celeng itu menginspirasi Romo Sindhu untuk menulis novel dengan judul Menyusu Celeng.
Lukisan Berburu Celeng Merapi ini menampilkan sesosok celeng yang sudah tersungkur di tanah. Celeng itu dibunuh oleh 3 orang yang digambarkan telanjang dada dengan memakai caping dan membawa tombak.
Mereka menusuk celeng di bagian belakang untuk bisa membunuh celeng tersebut. Di belakang ketiga orang itu nampak banyak masyarakat berkumpul. Di kejauhan juga terlihat pemandangan Gunung Merapi.
"(Maknanya) Ya celeng itu sudah dibunuh," ucapnya.
Penyerahan lukisan 'Berburu Celeng Merapi' ke Museum Anak Bajang, Pakem, Sleman. Foto: Jauh Hari Wawan S/ detikcom |
"Dicoblos-coblos sama orang Merapi. Kalau nyoblos celeng, berburu celeng badannya dicoblos itu nggak tedas (tidak mempan), melengkung tombake. Nah, kalau nyoblos itu melalui belakang, di dubur itu kulitnya tipis, (kalau) di punggung itu kulitnya keras semua seperti hampir buaya," tambahnya.
Seniman kelahiran Jawa Tengah itu mengungkapkan celeng merupakan makhluk yang serakah.
"Ya itu tadi saya katakan celeng itu serakah membabi buta, perusak, itu tanda-tanda orang yang macam kayak gitu orang apa ya orang serakah," katanya.
Celeng, kata Djoko, masih ada hingga saat ini. Baik celeng dulu dan celeng yang dia lukis sekarang semuanya sama.
"Celeng itu ya sama, celeng dulu celeng sekarang, keturunannya semua ya celeng sama itu semua raja jahat, penguasa jahat semua, itu artinya," sebutnya.
Penyerahan lukisan 'Berburu Celeng Merapi' ke Museum Anak Bajang, Pakem, Sleman. Foto: Jauh Hari Wawan S/ detikcom |
Belakangan ini, celeng kembali naik daun. Setelah adanya sebutan bagi pendukung Ganjar Pranowo sebagai celeng. Tapi, apakah celeng yang dilukis Djoko Pekik dan yang ditulis Romo Sindhu adalah hal yang sama? Tentu berbeda.
"Saya mau mengatakan celeng ini mengapa begitu bersejarah, sebenarnya lahirnya sejak sebelum reformasi. Ketika reformasi Pak Pekik pameran tunggal Berburu Celeng yang besar itu, dan pada saat itu kami beramai-ramai meramaikannya dan saya menulis buku," kata Romo Sindhu di Omah Petruk hari ini.
(Baca halaman berikutnya soal lukisan Celeng karya Djoko Pekik)
Bagi Romo Sindhu, celeng yang dilukis oleh
Djoko Pekik merupakan karya seni dan bisa diintrepetasikan secara luas.
"Seni jangan dipaksakan pada senimannya lagi, seniman hanya menggambar bagi Pak Pekik ini celeng Purwodadi yang kesasar di alas jati yang diburu oleh penduduk dan sekarang di Gunung Merapi," ucap Romo Sindhu.
"Tetapi karya seni itu bisa seluas mungkin diinterpretasi dan bagi kami ya itu tadi bahwa syukurlah bahwa di Museum Anak Bajang, museum kerakyatan kata Pak Pekik ini bahwa rakyat bersama-sama mematikan nafsu, ambisi, kekuasaan, ketidakjujuran, dan tentu saja korupsi karena percelengan itu terkait dengan itu semuanya itu," sambungnya.
Romo Sindhu berpesan, karya seni ini jangan diperdangkal dengan isu politik. Karena ada makna yang dalam soal celeng itu.
"Saya berpesan betul jangan diperdangkal dengan isu-isu politik yang sekarang karena itu kasihan kami-kami yang betul-betul berbuat dengan kedalaman apa sih sebenarnya celeng itu," pintanya.
"Kalau didangkalkan hanya menjadi isu politik kamu celeng saya bukan, itu sungguh bukan maksudnya. Mari kita merefleksi merenung bahwa di dalam diri kita ada nafsu celeng itu tadi," sambungnya.
Bagi Romo Sindhu, celeng yang dia tulis maknanya tak sedangkal itu. Di dalam manusia, kata Romo Sindhu, terdapat nafsu-nafsu celeng yang serakah dan lain sebagainya.
Penyerahan lukisan 'Berburu Celeng Merapi' ke Museum Anak Bajang, Pakem, Sleman. Foto: Jauh Hari Wawan S/ detikcom |
"Celeng yang saya maksudkan itu kalau yang saya tulis itu ya mengenai keserakahan manusia mengenai kesewenang-wenangan kekuasaan, dan itu semuanya punya begitu. Jadi bukan kelompok tertentu atau golongan tertentu tapi seperti yang akhirnya puisi yang saya tulis dinyanyikan Encik itu Lengji Lengbeh itu ya jadi semua kita ini sebenarnya adalah dalam batin kita yang terdalam mempunyai nafsu-nafsu celeng," urainya.
Soal lukisan yang diberikan Djoko Pekik ke Museum Anak Bajang, Romo berharap hal itu bisa menjadi bahan refleksi untuk orang-orang. Agar nafsu angkara celeng bisa musnah.
"Termasuk celeng yang di Merapi. Ya moga-moga itu menjadi tanda bahwa kita, ada baiknya di museum agar orang-orang melihat refleksi mengenai celeng," katanya.
"Seperti yang dikatakan Nietzsche sejauh peradaban ini ada kelihatannya celeng itu akan selalu ada," imbuhnya.
Dalam acara penyerahan lukisan 'Berburu Celeng Merapi' itu juga turut menampilkan tarian celeng yang terinsipirasi dari lukisan Djoko Pekik. Selain itu ada penampilan dari Sri Krisna yang menyanyikan lagu Celeng Degleng dan Asu.
Simak Video " Video: Melihat Patung Biawak di Wonosobo yang Viral gegara Mirip Asli"
[Gambas:Video 20detik]