Ingatan mengenai momen Reformasi pastinya masih terpatri dengan baik. Kekacauan ekonomi, demonstrasi di mana-mana, peristiwa penjarahan hingga meninggalnya mahasiswa dan korban yang hingga kini belum diketahui keberadaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. 'Pulang' (Leila S Chudori)
Penulis yang juga wartawan Tempo itu menuliskan tiga momen besar yang terjadi di Indonesia dan Prancis. Yakni peristiwa 30 September 1965, Mei 1968 di Prancis, dan Mei 1998 di Indonesia.
Cerita yang dikisahkan melalui sudut pandang seorang mahasiswa yang akhirnya menjadi eksil politik bernama Dimas Suryo. Ia harus menjalani kondisi terasingkan lantaran label komunis. 'Pulang' mengungkapkan perjalanan Dimas Suryo meninggalkan Tanah Air yang dicintainya sampai kepulangan saat rezim Orde Baru tumbang.
2. 'Laut Bercerita' (Leila S Chudori)
![]() |
Masih ditulis oleh penulis yang sama. Latar fokus 'Laut Bercerita' berada di era sebelum dan ketika Mei 1998 terjadi. Diceritakan dari dua sudut pandang tokoh yang berbeda, Biru Laut dan Asmara Jati.
Kakak beradik itu memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Satunya introvert, satu lagi ekstrovert. Namun, keduanya memiliki ritual yang sama ketika Minggu sore, duduk makan malam bersama keluarga sambil menyantap masakan ibunda.
Meski novelnya fiktif, Leila menuliskannya sesuai dengan cara kerja jurnalis. Ia melakukan wawancara dengan berbagai narasumber yang terkait hingga berbagai fakta tercecer yang coba dibalutnya dalam alur novel. Termasuk omongan saksi mata mengenai ada yang membuang mayat ke laut di sekitar Kepulauan Seribu.
3. 'Saman' dan 'Larung' (Ayu Utami)
Ayu Utami berhasil menuliskan dwilogi novel ini dengan ciamik. Banyak yang menyebutkan 'Saman' dan 'Larung' sebagai karya sastra yang lahir karena Reformasi.
'Saman' (1998) menjadi debut perdana Ayu sebagai seorang penulis. Novel ini bercerita tentang 4 perempuan kota yang bersahabat sejak kecil dengan seorang bekas pastor Katolik yang kini menjadi aktivis, Saman. Saman diburu oleh aparat rezim militer dan ke-4 perempuan itu membantu pelariannya hingga ke luar negeri.
Dilanjutkan dengan 'Larung' (2001), tokoh Saman sudah tinggal di New York dan bekerja pada Human Rights Watch. Saman pun menjalin hubungan gelap dengan salah satu dari 4 perempuan tersebut. Bersama Yasmin dan Larung, mereka ingin menyelematkan 3 mahasiswa yang akan ditangkap rezim militer. Tapi Larung adalah orang yang tak terduga, misi mereka pun jadi berbahaya.
Dua novel tersebut mendapatkan penghargaan dan prestasi di Indonesia dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Meski dwilogi, Ayu kerap menyebutkan sebagai satu buku.
(tia/tia)