Dalam The Creator, robot dengan artificial intelegence (AI) tidak hanya hadir tapi juga hidup dalam harmoni bersama manusia. Mereka menolong manusia untuk memasak, menjadi teman bermain, bahkan saudara. Kemudian beberapa dekade lalu, AI memutuskan untuk meledakkan Los Angeles yang mengakibatkan lebih dari satu juta nyawa melayang. Amerika Serikat sebagai negara yang paling merasa mempunyai kompas moral memutuskan untuk memerangi AI, bahkan di tempat yang bukan wilayah mereka.
Joshua Taylor (John David Washington) adalah seorang personel militer rahasia di daerah New Asia, tugasnya mencari tahu Nirmata, pencipta AI. Joshua terlalu dalam menjalankan tugasnya sampai ia jatuh cinta dengan Maya (Gemma Chan). Tidak hanya itu, Joshua dan Maya sebentar lagi akan menjadi orang tua yang berbahagia. Sampai akhirnya militer Amerika datang dan menghancurkan semua ilusi indah itu.
Loncat ke lima tahun kemudian, Joshua hidup seadanya. Sampai Kolonel Howell (Allison Janney) datang dan memberi tahu bahwa Nirmata telah menciptakan senjata AI paling canggih yang akan mengancam kehidupan umat manusia di Bumi. Informasi ini tidak membuat Joshua bergerak sampai akhirnya Kolonel Howell memberi tahunya bahwa Maya masih hidup. Joshua pun akhirnya ikut kembali ke New Asia untuk misi ini. Yang ia tidak tahu adalah betapa perjalanan ini akan mengubah nasib semua orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekilas tidak ada yang mengejutkan dalam The Creator yang disutradarai oleh Gareth Edwards ini. Kalau Anda melihat film-film yang membahas soal manusia dan AI, entah itu buatan Neill Blomkamp (Elysium) atau film Johnny Depp (Transcendence), Anda pasti bisa menebak kemana arah The Creator.
Ditulis oleh Gareth Edwards dan Chris Weitz, bagian paling lemah dari film ini ada di skripnya. Hampir semua hal yang ada di layar, dari kisah cinta karakter utamanya sampai kesadaran Joshua untuk percaya dengan AI, pernah kita lihat di film-film lain. Agak ironi bahwa sebuah film yang menceritakan tentang robot menggantikan peran manusia terasa seperti ditulis oleh AI beneran.
![]() |
Tapi meskipun The Creator terasa generik, ada alasan yang lebih kuat kenapa Anda tetap harus menyaksikan film ini di bioskop. Gareth Edwards tidak hanya berhasil menerjemahkan skripnya dengan baik, ia tahu sekali bagaimana cara membuat itu semua dengan harga yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan banyak blockbuster atau film-film sejenis.
Dari segi visual, The Creator adalah sebuah hadiah yang menawan. Menggunakan aspek rasio 2.76:1 ultra wide, film ini terlihat raksasa dan megah. Setiap detailnya sungguh menawan. Referensi visual dari Blade Runner terasa di film ini tapi The Creator tetap menjadi dirinya sendiri. Dengan bahasa visual yang baik, Edwards berhasil menciptakan dunia masa depan yang meyakinkan. Ditonton di bioskop, The Creator membuat blockbuster sejenis seperti mainan anak-anak.
Di saat film-film Hollywood berlomba-lomba menghabiskan ratusan juta dolar untuk syuting di green screen yang akhirnya menghasilkan visual yang generik, Edwards berani mengajak krunya yang relatif kecil untuk syuting di lokasi beneran (Vietnam, Thailand, dan beberapa negara Asia lainnya).
![]() |
Sinematografer Greig Graser dan Ore Soffer merekam lanskap yang besar dan lebar kemudian tim VFX menaruh detail-detail futuristik yang diinginkan oleh Edwards. Hasilnya adalah sebuah visual yang hidup dan meyakinkan. Bentuk sci:fi yang ditampilkan Edwards dalam The Creator tidak hanya menarik tapi juga menjadikannya dekat dengan penonton. Hal ini membuat saya langsung terikat dengan ceritanya, segenerik apapun kisah yang ditawarkan.
Cara yang dilakukan Edwards dalam The Creator ini seperti sebuah hinaan halus bagi blockbuster lain yang menghabiskan ratusan juta dolar untuk hasil yang tidak optimal. The Creator yang menghabiskan 80 juta dollar terlihat jauh lebih mengagumkan dari banyak blockbuster. Sekadar perbandingan, Red Notice dan The Gray Man (dua-duanya rilis di Netflix) menghabiskan 200 juta dollar dan secara visual mereka tidak bisa bertanding dengan film ini.
Dengan musik yang menggelegar dari Hans Zimmer dan sebuah needle drop yang sangat tepat dari Radiohead, The Creator adalah tontonan seru yang harus disaksikan di bioskop. Film ini mungkin tidak akan menjadi film terbaik tahun ini tapi melalui film ini saya melihat masa depan perfilman yang sungguh menjanjikan.
The Creator dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
---
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(aay/aay)