Publik baru-baru ini dihebohkan dengan penjelasan Gita Savitri soal enggan memiliki anak. Diketahui, Gita Savitri sudah menikah sejak beberapa tahun lalu.
Pernyataan Gita Savitri soal enggan memiliki anak itu menuai pro dan kontra. Tak sedikit yang menganggap hal itu wajar saja dilakukan, namun banyak juga yang menolak pernyataan Gita Savitri.
Detikcom mencoba membahas hal tersebut dengan Intan Erlita yang merupakan salah satu psikolog. Intan Erlita menganggap hal tersebut dapat dinilai tergantung pribadi masing-masing.
Intan Erlita menegaskan, keinginan setiap orang untuk memiliki atau tidaknya keturunan masing-masing ada konsekuensi.
"Sebenarnya ini balik lagi ke hak setiap orang ya, mau punya anak atau tidak juga itu suatu pilihan dengan konsekuensi yang tentunya yang menjalani akan diri dari orang tersebut gitu," ujar Intan Erlita kepada detikcom, baru-baru ini.
Tentunya Gita Savitri tak ingin memiliki seorang anak dengan alasan dan pertimbangan yang kuat. Bagi Intan Erlita, tidak ada yang salah jika seseorang atau pasangan sepakat untuk tidak memiliki anak.
"Ya mungkin saat ini padangan dia, dia tidak ingin memiliki anak dulu mungkin dengan berbagai macam pertimbangan. Tidak ada yang salah dengan pandangan ini karena dia yang menjalani hidup dia gitu kan," lanjut Intan Erlita.
Meski begitu, Intan Erlita menjelaskan bahwa seiring berjalannya waktu pola pemikiran setiap orang akan berubah. Perubahan pola pikir akan berubah seiring datangnya faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Termasuk persoalan tak ingin memiliki anak. Seseorang akan berubah pikiran jika di masa tua kelak ia ingin ditemani anak atau cucu.
Dalam hal ini seseorang akan mulai mengubah sudut pandangnya.
"Namun tentunya harus dipahami bahwa setiap pilihan itu akan ada konsekuensinya gitu seperti kita kan nggak muda selalu. Mungkin ada masa tua kita ditemani anak dan cucu. Namun harus dipahami juga, sebuah pilihan atau pandangan itu bisa berubah sejalannya waktu gitu. Dengan berjalannya usia, dengan berjalannya kebutuhan yang berbeda," papar Intan Erlita.
Dalam hal ini Intan Erlita menyebut, pro dan kontra merupakan bentuk pelatihan diri untuk menghargai setiap keputusan dan pendapat orang lain. Toleransi perlu ditumbuhkan ketika menemukan kasus seperti ini.
Publik diminta menghargai setiap pendapat orang lain.
"Jadi artinya disini lah makanya aku bilang bahwa kita harus toleransi nih. Menghargai apapun keputusan seseorang untuk hidup dia. Ini untuk hidup dia lo, bukan keberlangsungan hidup bersama-sama atau yang menyangkut orang banyak gitu," tutup Intan Erlita.
Simak Video "Kata Psikolog soal Aksi Brutal Mario Dandy Dikaitkan dengan Generasi Strawberry"
[Gambas:Video 20detik]
(pig/wes)