Saat pasukan Amerika Serikat meninggalkan Afghanistan di akhir Agustus dan Taliban mengambil alih kendali, Hillary Rodham Clinton tak hanya melihat sebagai peristiwa politik perebutan kekuasaan saja. Lebih dari itu, ia terinspirasi untuk menuliskannya menjadi sebuah novel.
Novel yang menjadi karya fiksi pertamanya itu berjudul State of Terror yang segera terbit pekan ini di AS. Novel bergenre thriller ditulisnya bersama dengan sahabatnya yang juga seorang penulis, Louise Penny.
State of Terror menceritakan tentang seorang menteri luar negeri dengan latar belakang seorang pengamat bernama Ellen Adams. Ia membuat pilihan mengejutkan untuk pemerintahan yang dipimpin oleh mantan saingan politiknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Momen tersebut seperti yang terjadi ketika Barack Obama membawa Hillary Clinton menjadi Menteri Luar Negeri setelah pemilihan pada 2008.
Ellen Adams terjebak dalam salah satu skenario terburuk saat berada di Washington. Ada cerita tentang teroris internasional yang melibatkan senjata nuklir.
Masalahnya sebagian besar berasal dari Afghanistan, saat pemerintah presiden membuat kesepakatan. Dalam novel, Ellen Adams mengatakan mengembalikan negara itu kepada Taliban akan meningkatkan risiko aktivitas teroris.
Dalam sebuah wawancara, Hillary Clinton mengatakan cerita dalam novel State of Terror sudah digarap sejak sebelum pemilihan pada 2020. Saat belum tahu siapakah yang akan menang.
"Siapa pun yang akan menang, saya berharap Biden akan menghadapi situasi dengan lebih fair," katanya.
Novel setebal 500 halaman itu juga menggabungkan detail lainnya dengan berita terkini. Misalnya ketua Kepala Staf Gabungan seperti Jenderal Mark Milley di bawah kepemimpinan Trump, cameo untuk penyelidik fiksi, dan karakter perempuan yang berada dalam pusat politik negara.
Meski novel bergaya naratif itu banyak dituding menceritakan pengalaman Hillary Clinton dalam politik AS, namun dia membantahnya.
"Itu bukan pengalaman saya, tapi fakta bahwa saya adalah pilihan yang mengejutkan," ungkapnya.
"Saya sangat sadar karena novel ini membuat orang berspekulasi kalau itu adalah pengalaman yang saya miliki," tukas Hillary Clinton.
(tia/dar)