Setahun lamanya, penyair besar Sapardi Djoko Damono meninggalkan dunia sastra Tanah Air. Pada 19 Juli 2020, novelis Hujan Bulan Juni berpulang.
Kepergian Sapardi Djoko Damono membawa duka yang mendalam bagi industri buku Indonesia. Karya-karyanya dikenal para pecinta sastra dan menjadi bahan ajar bagi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia.
Semasa hidupnya Sapardi dikenal sebagai sastrawan yang produktif menulis karya. Hampir setiap tahunnya, Sapardi merilis karya-karya terbaru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lahir pada 20 Maret 1940, Sapardi Djoko Damono sudah menulis sejak masih remaja. Kegemaran menulis inilah yang membawanya menjadi Direktur Pelaksana Majalah Horison.
Dia merantau ke Jakarta pada 1973 setelah sempat tinggal di Semarang. Sapardi Djoko Damono juga dikenal sebagai pengajar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia dan menjadi guru besar.
Selama ini orang mengenal Sapardi lewat karya Aku Ingin atau Hujan di Bulan Juni. Namun ada satu karyanya yang termahal sebuah puisi berjudul Tuan, Tuhan Bukan? Tunggu sebentar, saya sedang keluar'.
Bagi kamu para penggemar Sapardi Djoko Damono, pastinya teringat akan 3 karya puisi terbaik sang pujangga yang tak lekang oleh waktu. Berikut di antaranya:
1. Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi
Memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu
Kita abadi
2. Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
3. Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
(tia/wes)