Ketika Sapardi Djoko Damono sampai pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama berpulang, Joko Pinurbo sedih bukan main. Secara khusus, penyair asal Yogyakarta itu membuat puisi untuk para sahabatnya.
Puisi-puisi itu dimasukkan ke dalam buku terbaru Joko Pinurbo yang baru saja diterbitkan.
Saat peluncuran dua buku puisi Joko Pinurbo secara virtual, ia menuturkan ada banyak alasan untuk memasukkan berbagai peristiwa ke dalam karya terbarunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti yang saya katakan, ada banyak peristiwa yang mengejutkan dan tidak terduga seperti meninggalnya Pak Sapardi dan Pak Jakob," tutur Joko Pinurbo.
"Kebetulan mereka punya tempat tersendiri di hati saya dan secara spontan saya menuliskannya. Hanya butuh beberapa menit saja sampai puisinya jadi," sambungnya.
Menurut novelis Srimenanti, dia ingin membuat puisi obituari yang ada nada humor. Puisi soal kematian para sahabatnya tak melulu ingin ditangisi.
"Saya sih ingin melihat pada prinsipnya, ketika menulis soal kematian, ingin melihat dari sisi yang cerah, manis, dan menggembirakan," kata Joko Pinurbo.
"Saya tidak ingin kesedihan ini berlarut-larut apalagi ketika menulis puisi tentang orang meninggal sekalipun," tutur pria kelahiran 11 Mei 1962 tersebut.
Menulis puisi obituari, lanjut pria yang akrab disapa Jokpin, bukan semata soal kepedihan.
"Tapi mungkin untuk mengenang sisi baik dari beliau atau melipur dari rasa kehilangan diri kita," pungkasnya.
Saat pandemi pada 2020, Joko Pinurbo menerbitkan dua buku puisi dengan momentum berbarengan. Dua buku puisi itu resmi diluncurkan akhir pekan lalu.
Buku kumpulan puisi Salah Piknik diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU). Di dalam buku puisinya ada 40 puisi yang merespons situasi pandemi dan gejala sosial masyarakat.
Sedangkan DIVA Press merilis buku kumpulan puisi Jokpin lainnya yang berjudul Sepotong Hati di Angkringan tentang refleksi atas kota Yogyakarta.
(tia/dar)