Djoko Pekik menjadi salah satu nama pelukis asal Yogyakarta yang diperhitungkan di dunia. Seniman kelahiran 2 Januari 1937, gaya lukisnya terkenal melalui realis-ekspresif dan dibumbui nilai-nilai kerakyatan.
Dia terkenal aktif di Sanggar Bumi Tarung dan lukisan yang dibuatnya merupakan karya yang terinspirasi setelah melakukan Aksi Turun ke Bawah (Turban) ke kawasan-kawasan miskin dan terhisap.
Berikut 5 fakta soal Djoko Pekik, seperti dirangkum redaksi detikHOT:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Dibui Tanpa Proses Pengadilan
Djoko Pekik bersama Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) ditangkap aparat kepolisian pada 8 November 1965. Penangkapan itu dipicu oleh peristiwa pemberontakan G30S yang membuat Partai Komunis Indonesia dan simpatisannya ditangkap.
Di masa itu, Djoko Pekik pun sempat berada di dalam bui selama 7 tahun lamanya. Saat itu, dia berada di Jakarta dan langsung bersembunyi ketika kepolisian memburu anggota PKI dan Lekra.
Djoko Pekik sempat dituduh sebagai oknum pembunuhan para jenderal di masa itu. "Saya dikatakan pelarian dari Jakarta dan dituduh sebagai pembunuhan para jenderal," lanjutnya.
"Saya ingat betul bagaimana rasanya gelap di penjara, kedinginan, kelaparan, disuruh jalan jongkok dengan kepala diinjak, punggung bengkak, badan semua berdarah. Sengsara sekali," kata Djoko Pekik dalam sebuah wawancara kepada detik.com.
2. Lukisan Berburu Celeng
Salah satu karya lukis terkenalnya adalah Berburu Celeng. Karyanya menggambarkan keadaan para pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru.
Seri lukisan lainnya Berburu Celeng Merapi kini dihibahkan kepada Museum Anak Bajang, Omah Petruk, Pakem, Sleman.
3. Lukisan Miliaran Rupiah
Djoko Pekik tak hanya pandai melukis yang membuat namanya melambung lain. Lukisan-lukisannya seharga miliaran rupiah, salah satunya Go to Hell Crocodile yang menggambarkan seekor buaya berwarna hitam dengan lidah menjulur merah.
Buaya itu berada di antara rumah penduduk desa. Tapi di dalam lukisan juga terdapat lingkaran yang porosnya makin lama makin kecil.
Djoko Pekik membanderol lukisannya senilai Rp 6 miliar.
(Baca halaman berikutnya)
4. Ramalan Kasus Mantan Ketua MK Akil Mochtar
Djoko Pekik pernah punya cerita tentang sebuah lukisan Pawang Pun Kesurupan yang sarat kritik sosial. Lukisan itu disebutnya sebagai ramalan ketika Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam lukisan yang dibuat pada 8 Desember 2012 menggambarkan wajah peradilan di Indonesia yang carut marut saat para hakim ikut serakah memakan apa saja termasuk duit rakyat.
"Saya bukan seorang peramal. Lukisan itu hadir sebagai perenungan batin akan nasib bangsa yang lebih dari sekadar edan, melainkan sudah kesurupan," katanya.
5. Muatan Kritik Sosial
Dalam setiap lukisan-lukisan Djoko Pekik, ia selalu mengkritik kondisi sosial dan politik yang ada di Indonesia. Meski inspirasinya berasal dari perasannya sendiri.
Pergolakan batin melihat keadaan negeri yang dianggap makin tak karuan. Tak pernah lukisan tersebut dijiplak dari bacaan atau aliran seni orang lain.
"Saya tidak pernah baca referensi atau nyontoh lukisan orang. Sesuatu yang menyakitkan hati, mengendap di hati, perasaan itulah yang mengeluarkan tema dan inspirasi. Perasaan yang menuntun tangan saya," ujarnya.
(tia/dal)