"Warga mencoba mencari sumber suara musik gamelan tersebut. Suara itu berasal dari hutan desa. Saat malam sudah mencapai puncaknya, terdengar suara teriakan dari rumah Aswangga, seorang bocah laki-laki mendobrak keluar rumah lalu menari kesetanan mengikuti alunan musik gamelan."
Indonesia menyimpan banyak kekayaan mitos dan misteri di pelosok negeri. Di kaki Gunung Merapi, ada mitos mengenai suara gending gamelan yang bisa mencabut nyawa seseorang.
Mitos ini bukan sekadar cerita belaka yang keberadaannya antara ada dan tiada. Suara gamelan memang kerap terdengar ketika para pendaki mendaki gunung, salah satunya yang didengar oleh Diosetta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mendaki Gunung Merapi, Diosetta pernah mendengar mengenai suara gending yang membawa kutukan sampai merenggut nyawa. Alkisah, dahulu kala ada sebuah mitos tentang gending. Ada tiga gending yang biasa terdengar di kaki gunung tersebut. Satu adalah gending hajatan yang artinya ada hajatan di desa gaib.
Kedua, gending yang merupakan kutukan dan berada di salah satu kedalaman hutan. Ketiga, gending yang merupakan pemujaan dan bisa terdengar dari arah puncak gunung.
Tapi peristiwa yang didengarnya terjadi di dekade 1980-an dan dikisahkan ke dalam novel Gending Pencabut Nyawa.
"Kejadiannya tahun 1980-an, tapi itu pun sebelumnya sudah pernah terjadi. Dalam novel, saya ceritakan lewat karakter Mba Laksmi yang mengaktifkan kutukan itu lagi," katanya ketika diwawancarai detikcom, di kawasan Tendean, Jakarta Selatan.
"Dulu tahun 1980-an sempat cerita, memang ada orang meninggal yang setelah mendengar gending gamelan itu besoknya meninggal. Memang terinspirasi dari kisah nyata dan satukan dengan budaya lokal," katanya.
Menurut penuturan Diosetta, di dalam hutan yang disebutnya dengan alas mayit terdapat area kutuban konon peninggalan zaman dahulu.
Gending Pencabut Nyawa yang awalnya bernama Gending Alas Mayit itu viral di Twitter tahun lalu. Dia tak menyangka cerita Gending Pencabut Nyawa itu membawanya kepada perjalanan menggarap banyak cerita horor.
Lalu apa yang membuat legenda urban itu bisa disukai oleh masyarakat Indonesia?
"Ketika aku menulis legenda urban, aku ingin agar pembaca sendiri yang menilai kebenarannya. Kita nggak bisa memastikan faktanya secara valid, tapi silakan mereka cari sendiri untuk tahu kebenarannya," tukasnya.
(tia/nu2)