Bagi Anya, pencarian 'suara' ketika menulis puisi berhasil didapatkannya dari tema-tema urban dan hal sehari-hari yang dialami. Karyanya menelusup ke dalam metafora yang tak biasa.
Di buku puisi 'Non-Spesifik', Eka Kurniawan menulis tentang sosok Anya: "Anarkismenya bahkan muncul di permukaan, dari komposisi hingga tanda baca."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istri dari penulis Mikael Johani itu menuturkan ketika berpuisi, ia tertarik dengan tema-tema urban. "Aku merasa ada banyak kebingungan di dalam diriku yang ketika aku tuangkan dalam bentuk puisi menjadi perasaan yang lebih lega," ujarnya ketika berbincang dengan detikHOT di perayaan setahun Comma Books di Kroma, kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, belum lama ini.
![]() |
Lewat puisi pula, Anya merasa mampu mengekspresikan pengalaman yang sangat personal dan bersifat 'interior' di dalam dirinya. Dia pun mencoba merespons kejadian di kehidupan sehari-hari bersama teman, kekasih dan kota yang ditinggali.
Contohnya saja di buku puisi pertamanya yang terbit pada 2016 lalu, ia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang berbeda-beda. "Sesuatu yang sangat menarik untuk diteliti," kata Anya yang membaca karya-karya Sylvia Plath.
"Kenapa terkadang kita merasa sangat nyambung atau punya hubungan khusus tentang sebuah tempat, kenapa bisa sampai seperti itu. Kenapa juga merasa ada kebencian terhadap satu tempat di mana pun berada. Aku melakukan penelitian itu terhadap puisi," ujar penulis yang baru saja pulang residensi dari Skotlandia tersebut.
(tia/nu2)