Gangguan bipolar yang diidap perempuan bernama lengkap Gratiagusti Chananya Rompas didiagnosa sejak 3 tahun lalu. Hasrat untuk menulisnya memang sudah ada sejak Anya masih kecil.
Kepada detikHOT, Anya menceritakan ketika berada di jejaring komunitas BungaMatahari, ada pertanyaan kenapa menulis puisi padahal sebelumnya menulis cerita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jawabannya karena menulis puisi adalah terapi buatku, dan itu yang aku rasakan. Setiap menulis aku merasakan perasaan yang lega," tuturnya ketika berbincang di perayaan setahun Comma Books 'A Little Pause' di Kroma, kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Selama ini, Anya mengakui kerap merasakan kebingungan karena mood yang fluktuatif, naik dan turun. Dari emosi positif bisa tiba-tiba turun menjadi sedih.
![]() |
"What's going on here, aku mencoba mengeluarkan kebingungan dalam sebuah karya yang bisa aku lihat dan baca, sehingga aku bisa mengenali sumbernya seperti apa sih. Sebenarnya setelah aku tahu apa yang aku alami itu ada namanya bipolar disorder, aku jadi lebih gampang untuk mengakses inti dari kebingunganku," jelas Anya.
Setelah mendirikan komunitas BungaMatahari yang memiliki semboyan 'semua bisa berpuisi' dan Paviliun Puisi, ia sudah menerbitkan 3 buku. Di antaranya adalah buku kumpulan puisi 'Kota Ini Kembang Api' (Gramedia Pustaka Utama, 2016), 'Non-Spesifik' (Gramedia Pustaka Utama, 2017), dan 'Familiar Messes and other Essays' (Kepustakaan Populer Gramedia, 2017).
Salah satu puisinya, 'one by one the bodies died', yang diterjemahkan oleh penyair Mikael Johani, mendapatkan Honourable Mention dari The 2018 Hawker Prize for Southeast Asian Poetry. Sejak diagnosa gangguan bipolar pada 2015 lalu, Anya dan teman-temannya menyelenggarakan festival film 'Sayang, Sayangilah Jiwamu' di tahun 2017.
(tia/nu2)