"Saya sedang mengerjakan satu novel baru, kalau tanya soal apa. Nanti orang komentar, saya pikirkan lalu saya males. Lebih baik kerjakan sajalah dulu," ujarnya sembari tertawa ditemui di Erasmus Huis Jakarta, akhir pekan lalu.
Novel terakhir Eka yang berjudul 'O (Tentang Seekor Monyet yang Ingin Menikah dengan Kaisar Dangdut)' mendapat sambutan yang hangat dari pembaca. Novel itu pula yang kian membuktikan kejeniusan Eka Kurniawan sebagai penulis berkelas dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Eka, karya-karyanya kerap memasukkan unsur sosial politik. "Sastra itu lebih rumit. Lebih banyak aspek, tidak hanya bicara ilmu sosial, politik, tapi juga hubungan manusia dengan manusia lainnya. Kadang-kadang menulis novel lebih menarik daripadsa opini," ujar penulis 'Cantik Itu Luka' ini.
Selain soal isu-isu sosial dan politik, Eka juga menuturkan tulisan-tulisannya memang ditunjukkan untuk orang Indonesia.
"Saya rasa dari awal saya menulis pertama tetap untuk orang Indonesia. Saya menulis dalam bahasa indonesia. Saya membayangkan pertama-tama saya menulis dalam bahasa Indonesia dan untuk orang Indonesia. Tapi menurut saya sastra meskipun saya membayangkan akan dibaca oleh orang Indonesia yang saya kenal baik, tapi karena watak karya saya menceritakan tentang problem manusia, sangat mudah bisa dibacakan oleh orang luar," pungkasnya.
Novel perdana pria kelahiran Tasikmalaya 'Cantik Itu Luka' ini mendapat sambutan dari pembaca internasional dan Tanah Air. Novel kedua 'Lelaki Harimau' membawanya masuk ke dalam nominasi The Man Booker International Prize pada 2016.