Bukan tanpa sebab, melukis di atas keramik dilakukan Butet sebagai terapi otak ketika berobat ke Rumah Sakit Gatot Soebroto. "Saya selalu merasa otak saya sering nge-hang, ada data memori yang hilang," ujar Butet ketika jumpa pers di Gedung A, Galeri Nasional Indonesia (GNI), Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2017).
Terapi otak digital substraction angiography (DSA) itu membuatnya kembali ingin menlukis. "Saya mengikuti kehendak saya untuk melukis kembali dan dimulai prosesnya tahun 2015," ujar Butet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggagas teater 'Indonesia Kita' itu mulai mengenyam pendidikan formal seni rupa di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta pada 1978-1982. Di sana ia mengambil jurusan seni lukis. Baru di tahun 1982, Butet melamar lagi sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI atau dikenal ASRI) Yogyakarta, kampus Gampingan.
![]() |
Aktivitas melukis kali ini bukan berada di permukaan kanvas, Butet teringat akan kunjungannya ke pabrik keramik di kawasan Karawaci, Tangerang. Di sana, dia bertemu dengan pemilik pabrik, Ibu Widia.
"Awalnya saya over stay, belajar melukis, belajar membakar keramik sampai di tahun 2017 saya melakukan perjalanan sejarah visual," kata Butet.
Di lokasi pabrik keramik itu, secara tak langsung Butet melakukan residensi. Selama hampir tiga tahun, dia berhasil menghasilkan 138 karya keramik dengan beragam bentuk dan tema. Seperti apa cerita berikutnya? Simak artikel berikutnya.