Belum lima menit Lift diputar, saya sudah tahu bahwa film ini adalah film Netflix yang sesungguhnya. Premis yang sederhana, dimainkan oleh bintang yang diharapkan akan menarik banyak penonton, visual yang bling-bling dan dieksekusi dengan setengah-setengah. Semua hal ini bisa Anda temukan dalam Lift, film aksi terbaru yang disutradarai oleh komandan The Italian Job (versi 2003) dan film Fast and Furious yang ke-8.
Cyrus, yang dimainkan oleh Kevin Hart, adalah seorang pencuri. Kalau Anda langsung membayangkan George Clooney dalam serial Ocean's Anda benar. Seperti halnya Danny Ocean, Cyrus memiliki kru yang diandalkan untuk melaksanakan misinya. Ada pilot yang gila-gilaan bernama Camilla (Ursula Corbero), hacker bernama Mi-sun (Yun Jee Kim), tukang bongkar brankas bernama Magnus (Billy Magnussen), insinyur bernama Luc (Viveik Kalra) dan Vincent D'Onofrio bermain sebagai Denton, seorang ahli penyamar.
![]() |
Dalam pembukaannya, Cyrus dan kawan-kawan membuat agen Interpol bernama Abby (Gugu Mbatha-Raw) dengan menculik seorang seniman penting (Jacob Batalon) dalam sebuah lelang. Tidak hanya aksi ini adalah sebuah tipuan karena mereka semua sebenarnya mempunyai misi lain, aksi uber-uberan di Venice ini membuat Cyrus berada dalam radar Abby.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja kelak penonton akan tahu bahwa Abby dan Cyrus memiliki sejarah romansa. Tapi bukan ini yang membuat Abby mendekati Cyrus. Abby butuh bantuan profesional Cyrus untuk mencuri batang-batang emas seharga 500 juta dollar. Ada penjahat (Jean Reno) yang akan mentransfer batang-batang emas tersebut ke hacker yang kemudian akan meneror warga. Bagian susahnya? Mereka harus mencuri batang-batang emas ini di pesawat yang sedang terbang.
Skrip yang ditulis oleh Daniel Kunka tidak menawarkan hal yang baru apalagi spesial. Kadang, ada beberapa momen yang terasa bahwa film ini seperti dikerjakan oleh AI (artificial intelligence). Bagian paling penting dalam caper movie seperti film ini adalah bagaimana serunya semua proses ini diperlihatkan. Villain-nya harus engaging, rencana dan eksekusi karakter utamanya harus menarik dan tentu saja karakter-karakternya perlu memiliki karakterisasi yang asyik. Tidak hanya Lift tidak memiliki itu semua, film ini dilengkapi dengan dialog-dialog yang generik.
![]() |
Kevin Hart adalah komedian yang baik. Ia selalu bisa berhasil membuat saya terbawa dengan humor-humornya. Tapi sayangnya, Cyrus bukan karakter yang menarik untuk dimainkan Kevin Hart. Cyrus yang agak lebih serius dan dipajang menjadi pemimpin terasa kurang bumbu saat dimainkan oleh Kevin Hart. Ia tidak memiliki kharisma sebesar itu untuk membuatnya terlihat meyakinkan sebagai komandan tim pencuri. Secara ensemble, film ini juga tidak menawarkan sesuatu yang spesial. Hampir semuanya bermain seperti mereka baru bangun tidur.
Untungnya F. Gary Gray sebagai sutradara masih memiliki semangat untuk menjadikan Lift agak sedikit lebih baik dari film-film Netflix kebanyakan (Red Notice misalnya). Pembukaan film ini yang ber-setting di Venice berhasil memberikan ilusi bahwa film ini bisa menjadi guilty pleasure yang paten. Beberapa sekuens di pertengahan film cukup bisa membuat mata menyala. Tapi jika dibandingkan dengan The Italian Job, film F. Gary Gray yang lain yang kebetulan juga mengambil setting di Venice, film ini terasa seperti sebuah parodi.
Meskipun pada akhirnya Lift kurang begitu berhasil untuk menjadi caper movie yang berkesan, film ini bisa menjadi alternatif tontonan yang tepat bagi Anda yang malas kemana-mana akhir pekan ini (The Beekeper adalah pilihan yang jauh lebih baik kalau Anda butuh tontonan ringan tapi seru). Lift cukup menghibur dan tidak memerlukan banyak konsentrasi saat menontonnya. Dan kadang kala, itu saja sudah cukup.
Baca juga: The Beekeper: Bukan Peternak Lebah Biasa |
Lift dapat disaksikan di Netflix.
---
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(aay/aay)