Anda pernah menyaksikan yang seperti ini sebelumnya. Seorang gadis yang terobsesi ingin masuk sebuah universitas (dalam kasus ini adalah Duke University) menghalalkan segala cara agar ia diterima di kampus tersebut. Gadis ini adalah tipikal Hermione Granger yang punya GPA sempurna dan nilai-nilai fantastis.
Tapi rupanya si penguji tidak terpukau dengan ini semua. Ia justru tertarik ketika si gadis berbohong tentang kegiatan di luar sekolahnya, yaitu menari. Sekarang si gadis harus membuktikan bahwa dia seorang penari agar dia bisa masuk ke universitas tersebut.
![]() |
Premis klasik diatas (kalau Anda tidak mau menggunakan kata klise) adalah premis film Netflix terbaru yang diberi judul Work It. Disutradarai oleh Laura Terruso dan ditulis oleh Alison Peck, semuanya tentang Work It meneriakkan 'Tontonan Musim Panas Netflix Yang Wajib Ditonton'. Ya, Work It memang klise. Ya, isinya memang tipis. Tapi tidak ada salahnya menikmati sesuatu yang memang bling bling dan tidak deep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Netflix Gandeng Starvision dan Nia Dinata |
Salah satu faktor kenapa Work It begitu enak dinikmati adalah karena film ini dimainkan dengan tulus oleh para pemainnya. Sabrina Carpenter bisa menjadi sosok Quinn yang perfectionist, ceroboh tapi sanggup merebut hati penonton dengan ketulusannya. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh karakternya bisa dimaafkan dengan mudah karena Carpenter memberikan hati terhadap karakter ini.
Jordan Fisher yang tempo hari muncul di sekuel To All The Boys I've Loved Before kali ini kembali muncul sebagai gula-gula. Meskipun dia tidak memberikan hal yang lebih tapi setidaknya penonton diberikan berbagai macam gerakan tari yang ia lakukan dengan cukup baik.
![]() |
Penampilan terbaik film ini justru ada di karakter pendukungnya. Liza Koshy sebagai sahabat Quinn dan Keynan Lonsdale sebagai karakter antagonis justru memberikan warna yang sangat diperlukan untuk membuat Work It menjadi lebih edgy. Lonsdale mempunyai kharisma yang baik sehingga ketika dia sedang menyebalkan, penonton bisa merasaka rasa sebal tersebut.
Sementara itu Liza Koshy menunjukkan bahwa tidak hanya dia jago berjoget tapi ia juga mempunyai comedic timing yang luar biasa bagus. Apapun yang ia lakukan bersama mas-mas penjual kasur adalah alasan kenapa Work It menjadi sangat lucu.
Tentu saja di tengah jalan Anda menonton film ini mungkin Anda berfikir bahwa film ini cetek dan rasanya seperti video klip. Bukan Netflix namanya kalau ia tidak memasukkan referensi pop culture masa kini seperti dua lagu Dua Lipa ke dalam film ini. Tapi meskipun begitu, Work It tetap terasa enak ditonton karena ia tidak basa-basi.
Work It tahu sekali bahwa ia hanya sekedar gula-gula. Soda gembira yang bisa ditonton meskipun Anda tidak benar-benar konsentrasi. Dengan durasi hanya 90 menitan, ini adalah sebuah anugrah (bandingkan dengan The Kissing Booth 2 yang durasinya dua jam lebih!).
Penceritaan tanpa basi basi dan didukung dengan barisan koreografi yang enerjik akhirnya menjadikan Work It sebagai salah satu barisan Netflix Original yang patut Anda simak. Dan kali ini saya berharap agar mereka membuat sekuelnya.
Work It dapat disaksikan di Netflix
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(ass/ass)