Jokowi Teken PP Royalti Musik, Koalisi Seni Soroti 3 Hal Penting

Jokowi Teken PP Royalti Musik, Koalisi Seni Soroti 3 Hal Penting

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Kamis, 08 Apr 2021 18:29 WIB
ilustrasi microphone
Ilustrasi musik. Foto: thinkstock
Jakarta -

Presiden RI Joko Widodo baru-baru ini menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Peraturan Pemerintah itu merupakan amanat dari Pasal 35 ayat (3) dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Dalam aturan itu, dijelaskan ada beberapa jenis tempat dan kegiatan yang mengharuskan pembayaran royalti terhadap lagu yang diputar di dalamnya.

Aktivitas tersebut antara lain, seminar dan konferensi komersil, konser musik, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek, pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi dan radio, hotel, dan karaoke.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi Seni sebagai lembaga non-profit dan non-pemerintahan yang bergerak di bidang advokasi kesenian menyatakan dukungan atas terbitnya PP Nomor 56 Tahun 2021 meski menganggap adanya peraturan tersebut sedikit terlambat. Sebab, bila menjadi perpanjangan tangan dari UU Hak Cipta, PP itu ditandatangani berselang tujuh tahun disahkannya UU Hak Cipta.

Meski demikian, menurut Koalisi Seni ada sejumlah hal yang harus diperhatikan. Dalam tulisannya, manajer advokasi dan peneliti Koalisi Seni, Hafez Gumay memaparkan, salah satu hal yang harus diperhatikan agar aturan PP No. 56 itu bisa berjalan dengan efektif adalah mengenai perihal ruang lingkup kegiatan yang wajib membayar royalti.

ADVERTISEMENT

"Pasal 2 mengatur ruang lingkup kegiatan yang wajib membayar royalti meliputi pertunjukan, pengumuman, dan komunikasi ciptaan dengan tujuan komersial yang dilakukan secara analog maupun digital. Pertunjukan ciptaan adalah ketika seseorang membawakan lagu atau musik orang lain. Pengumuman ciptaan ialah saat seseorang memainkan dan memutarkan lagu atau musik orang lain. Komunikasi ciptaan artinya ketika seseorang mentransmisikan rekaman lagu atau musik maupun rekaman pertunjukkannya kepada publik," jelas Hafez dalam tulisannya.

Dia melanjutkan, "Komunikasi ciptaan artinya ketika seseorang mentransmisikan rekaman lagu atau musik maupun rekaman pertunjukannya kepada publik. Dengan kata lain, PP Pengelolaan Royalti Lagu tidak hanya mengatur kewajiban royalti dari pertunjukan musik karya orang lain, namun termasuk juga pemutaran rekaman lagu hingga siaran rekaman pertunjukan musik melalui berbagai medium, termasuk internet."

Bagi Hafez Gumay, selain harus memperhatikan pemutaran lagu yang bersifat langsung maupun analog, perlu diperhatikan juga lagu yang diputar melalui layanan streaming lagu berbasis internet. Hal itu perlu diatur agar tidak ada celah pemanfaatan lagu tanpa membayarkan royalti.

Selain itu, yang tak kalah penting pula adalah perihal pembentukan basis data lagu dan musik sebagai acuan untuk pemungutan dan pendistribusian royalti. Sebab, Hafiz menilai, hingga sekarang belum ada basis data yang dapat dijadikan acuan untuk pemungutan dan penyaluran royalti.

"Belum seluruh pencipta lagu di Indonesia mencatatkan karyanya di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Walaupun perlindungan hak cipta otomatis berlaku ketika sebuah karya diterbitkan tanpa harus dicatatkan terlebih dahulu, pencatatan karya di Kemenkumham tentu akan mempermudah pencipta lagu jika tersangkut sengketa royalti. Maka Pasal 4 hingga Pasal 7 memerintahkan Kemenkumham menyelenggarakan layanan pencatatan karya. Data dari layanan itu kemudian dimasukkan ke dalam pusat data lagu dan/atau musik yang terus diperbarui," ungkapnya.

Dengan ketidakadaan basis data tersebut, deteksi terhadap lagu yang diputar pun menjadi lebih sulit dilakukan. "Sistem ini mutlak diperlukan guna menjamin pembagian royalti kepada para pencipta lagu berjalan adil," tegas Hafez.

Hal lainnya adalah mempertimbangkan pemungutan dan pendistribusian royalti untuk pencipta lagu yang belum terdaftar sebagai anggota Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Diatur dalam aturan, pemungutan royalti tidak hanya dilakukan untuk penggunaan lagu dan musik milik pencipta lagu yang telah terdaftar sebagai anggota LMK. Karya para pencipta lagu yang belum tergabung ke dalam LMK pun akan dipungut royaltinya oleh LMKN.

Namun, hal tersebut justru menimbulkan tanda tanya, apakah royalti yang dibayarkan pada LMKN untuk pencipta lagu yang belum terdaftar dapat bisa diklaim? Sebab dalam Pasal 15 dijelaskan mereka yang hendak mengklaim royalti haruslah lebih dulu mendaftarkan dirinya pada LMK.

Menurut Hafez Gumay, hanya dengan memperhatikan tiga hal tersebut, pengimplementasian Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 dan penyaluran royalti dapat berjalan efektif.




(srs/dal)

Hide Ads