Bayangkan lagu Silent Night tapi ketenangan dan kekudusan malam itu diganti jadi sebuah keonaran, suara tembakan, dan adegan-adegan traumatis. Bayangkan film Home Alone tapi penjahatnya tidak hanya sekadar benjol-benjol, tersungkur, dan jadi korban kejahilan si bocah tapi hancur berkeping-keping hingga bagian-bagian tubuh tak lagi utuh. Begitulah kira-kira gambaran besar dari film Violent Night yang diperankan David Harbour ini. Film Natal tersebut sudah bisa disaksikan di seluruh jaringan bioskop Indonesia.
Spoiler alert!
Judulnya sudah menjelaskan isi dari cerita film ini. Tapi kita tidak akan menyaksikan kengerian dan kebrutalan itu sampai di seperempat jam pertama. Waktu tersebut cukup singkat untuk diisi dengan pengenalan karakter, world building, hingga momen-momen khas film Natal: musik, salju, dan tentu saja Sinterklas atau Santa Claus. Dari tahun ke tahun, karakter ini tidak pernah absen dari film-film Natal baik sebagai karakter atau hanya sekadar disebut-sebut saja. Berbagai film juga sudah sering memberitahukan bahwa sosok ini tidak nyata dan hanya karangan para orangtua buat anak-anak mereka. Ketika anak-anak itu sudah sampai di titik usia tertentu, mereka kemudian akan sadar Sinterklas hanya sosok fiktif. Violent Night menguji keyakinan dan kepercayaan penonton soal itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sebuah pub di Inggris, kita bertemu dengan Sinterklas atau Santa (diperankan David Harbour). Dengan badan bongsornya yang khas dan kostum merah-putih yang tebal, dia sedang asyik menikmati minuman beralkohol di sela-sela mengirimkan kado Natal buat anak-anak yang ada di 'daftar anak baik' tahun ini. Sambil mabuk dia mengeluh dan mengutarakan isi hatinya soal anak-anak zaman sekarang yang selalu mau uang dan video gim. Tak lama datang seorang pria tua berbusana Santa lainnya yang kemudian mendengarkan cerita sang Sinterklas yang sudah berniat pensiun dan bersumpah bahwa ini akan jadi Natal terakhirnya buat bagi-bagi kado ke para bocah.
Pemilik pub dan pria tua tadi hanya mendengarkan tanpa sadar mereka sedang bicara dengan Sinterklas yang asli. Santa Claus yang sakti. Sinterklas yang selalu jadi idola anak-anak di setiap Natal. Adegan itu diakhiri dengan Santa naik kereta yang ditarik oleh beberapa ekor Rusa Kutub, muntah dari langit dan kotoran itu jatuh di wajah pemilik pub.
Adegan muntah itu bisa jadi adalah satu-satunya adegan lucu yang bisa ditertawakan dengan nyaman. Karena sisanya, Violent Night menampilkan adegan-adegan brutal yang sangat bertolak belakang dengan nuansa Natal yang mereka tawarkan. Bahkan tertawa akan menyisakan rasa bersalah.
![]() |
Dalam perjalanan Santa mengantar sisa kado, Santa terjebak di sebuah rumah orang kaya raya bernama Gertrude Lightstone. Dua anak Gertrude ada di situ: Jason dan Alva. Jason membawa istrinya, Linda, dan anaknya, Trudy. Sementara Alva membawa pacar dan anak laki-lakinya, Bert. Mereka pikir Natal tahun itu akan sama seperti yang sudah-sudah, tapi kalau begitu jadinya tentu saja Violent Night tidak akan punya waktu untuk menghadirkan pengalaman seru dan humor gelapnya.
Saat Santa tertidur di kursi pijat setelah masuk lewat cerobong asap rumah mewah Gertrude Lightstone, rumah itu dikepung oleh beberapa orang penjahat yang menyamar. Mereka mengincar harta yang tersembunyi di gudang bawah tanah dengan pengamanan ekstra dan tidak dapat dijebol oleh apapun dan siapapun kecuali pemilik kunci. Di tengah kekacauan dan nyawa semua anggota keluarga Lightstone ada di ujung tanduk, Santa mendengar sebuah permohonan yang tidak hanya membawanya kembali ke kekuatan masa lalunya, tetapi juga mengubah keinginannya untuk pensiun.
Ditulis oleh Pat Casey dan Josh Miller, pasangan yang juga menulis Shotgun Wedding (2013) dan dua film Sonic the Hedgehog (2020-2022), Violent Night mengemas cerita perebutan harta dalam keluarga dan perampokan di malam Natal menjadi sesuatu yang tidak terlupakan. Bisa dipastikan ini akan jadi malam Natal paling traumatis yang akan diingat oleh keluarga Lightstone. Deretan lelucon yang disebar di setiap babak film bekerja dengan baik, terutama bagian-bagian humor gelap slapstick-nya yang membuat film ini diberi rating 17 tahun ke atas. Naskah tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam visual yang apik oleh sutradara Tommy Wirkola (The Trip, Hansel & Gretel: Witch Hunters).
Ada banyak sekali dialog nakal dan menggelitik yang dalam konteks film ini jadi amat sangat lucu dan efektif. Setiap adegan kekerasan tidak dijahit dengan suara-suara menegangkan tapi musik-musik khas Natal dari Dominic Lewis. Di satu sisi adegan yang sedang ditampilkan sangat tidak manusiawi dan berdarah-darah, namun di sisi lain musik yang terdengar grande dan suci menjadikan pengalaman menonton film ini unik. Sampai-sampai muncul pemikiran, "Ini salah nggak sih kalau ketawa?" ketika penjahatnya kena tembak atau bokong mereka tertusuk paku tajam. Violent Night hidup seperti judulnya yang berarti 'malam brutal' dan beruntungnya lagi sensor film ini tak sebrutal biasanya.
![]() |
David Harbour seperti tidak butuh usaha yang berlebihan dalam melakukan adegan aksi karena dia sudah pernah tampil sebagai Red Guardian di Black Widow dan Hopper di Stranger Things. Di momen dramatis dan melankolis, David Harbour juga mengunyahnya dengan sangat-sangat halus sehingga mudah buat dicerna penonton. Kerinduan akan hidup normal yang berusaha dia kejar serta kehidupan masa lalunya sebelum jadi Sinterklas menjadikan sosok ini makin minta disayang. Kalau kamu ingin tahu apa pekerjaan Sinterklas sebelum jadi Sinterklas, di film ini ada jawabannya.
John Leguizamo yang kita kenal dari waralaba Ice Age, John Wick, dan pengisi suara Bruno di Encanto, tampil dengan sangat baik sebagai penjahat utama bernama Mr. Scrooge di sini. Pastikan kamu buka mata lebar-lebar saat duel Mr. Scrooge dan Santa karena tak hanya traumatis, adegan ini juga akan bikin kamu berpikir untuk mengatur janji temu dengan terapis.