"Silakan, biar nyaman kita ngobrolnya," ujarnya mempersilakan duduk. Langsung memulai percakapan, Sarjana lulusan Fakultas Bahasa Inggris Universitas Atmajaya itu mengaku tak pernah terpikir untuk berkarier di industri media televisi dengan menjadi pembawa acara berita.
Namun, perempuan kelahiran Surabaya itu menuturkan bahwa menjadi pembaca berita adalah impian yang digantungkan sang ibu kepada dirinya selama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bertemu banyak orang dan memiliki kesempatan menyambangi tempat-tempat baru di berbagai belahan dunia adalah impiannya. Dan baginya, menjadi pramugari adalah satu-satunya jalan yang ia pikir mampu mewujudkan semua keinginannya itu.
Lulus SMA, ia pun coba-coba mengikuti seleksi di salah satu maskapai penerbangan terbaik di Asia. Sambil tertawa mengenang masa-masa tersebut, Marissa mengungkapkan dirinya hampir lolos saat itu. Sayang, usahanya tersebut kemudian meleset. Ia ditolak untuk bisa bergabung hanya karena dirinya belum memperoleh gelar sarjana.
"Udah ikut tes, dan dinyatakan oke. Pas di akhir aku nggak diterima karena belum S1. Uh, gemes deh," celotehnya sambil pura-pura memasang mimik sedih.
Ia pun lantas menyelesaikan kuliahnya di Atmajaya. Sempat menjadi guru Bahasa Inggris di salah satu tempat kursus ternama, wanita berbibir tipis itu pun pelan-pelan melirik dunia jurnalistik. Sesuai filosofi hidup yang ia pegang selama ini, bahwa dirinya harus meraih pendidikan setinggi-tingginya, Marissa pun kemudian mengambil master di bidang Media Practice di Sydney University.

Sejak itu, ia mulai menemukan passion di dunia kewartawanan yang hingga kini ia tekuni.
"Ada hikmahnya aku nggak jadi pramugari. Kerjaanku sekarang juga kasih banyak kesempatan buat aku bisa ketemu banyak orang. Sekaligus memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada mereka. Ada faktor doa ibu juga kayaknya akhirnya aku bisa ada di sini saat ini," papar Marissa.
(doc/hkm)