Geliat pergaulan anak muda dengan segala keseruan di dalamnya bukan hanya milik Jakarta semata, pun tidak juga Jakarta Selatan saja. Di kota lain seperti Yogyakarta, tumbuh subur episentrum pergaulan yang sama asyiknya.
Tanpa banyak glorifikasi, Area selatan Yogyakarta memiliki daya tarik tersendiri. Penuh dengan dinamika artistik nan nyeni, orang-orang keren, tempat nongkrong, pesta-pesta, yang kemudian dirangkum dalam satu kata 'edgy', yang multitafsir. Pemerintah daerah setempat bahkan menyebut Yogya selatan dengan sebutan titik eksotis.
Dua daerah yang paling populer yaitu Prawirotaman dan Tirtodipuran. Ramai digemari orang asing layaknya Seminyak dan Canggu di Bali. Namun ternyata wisatawan domestik dan anak muda setempat juga mendominasi. Termasuk detikHOT yang memutuskan untuk terbang ke area itu dengan membawa premis, apakah benar, Yogya selatan kini bertransformasi layaknya Jakarta Selatan dan Bali Selatan yang riuh dengan tren dan hal keren lainnya?
Tujuh narasumber, selama empat hari, menjadi sasaran untuk mendapatkan jawaban. Mereka dipercaya mampu menggambarkan, atau setidaknya mewakili. Laire, pemilik Restoran JIWAJAWI dan penggagas kelompok kolektif penggelar pesta, After Office Hour. Tengku Fadli, pemilik hair studio THXFSLT yang dianggap rujukan gaya rambut se-Yogyakarta. Kuru/Budha Belly, tukang masak daging di warung makan steak kecil nan mewah, Big Belly Steak yang juga seorang DJ. Fransis Magastowo, pemilik Fransis Pizza, salah satu warung makan pizza rumahan paling tersohor dengan daftar tunggu tamu lebih dari seminggu.
Lebih muda dari yang lain, ada Saga, pemain bass dari band Krans yang juga menyibukkan diri bersama kelompok kolektif Jogja Home Coming. Kidung Paramadita, pemilik lini busana Ageman, kebanyakan anak Yogya mengamini bahwa Kidung adalah salah satu perempuan paling populer di Yogya selatan. Terakhir, Siena Caroline, dulu dikenal dengan nama panggung DJ Pink Cobra dengan kelompoknya, Principal of South.
Tulisan ini tentu tidak sempurna, masih banyak narasumber lain yang bisa melengkapi. Namun setidaknya, dapat menjadi 'welcome drink' untuk menjelajah keseruan lebih dalam. Seperti Laire yang membuka cerita bahwa terbentuknya kemeriahan di Yogya bagian selatan terjadi begitu saja, tanpa ada maksud untuk membentuk dikotomi antara utara dan selatan.
Baca juga: Rujukan Pangkas Rambut Se-Yogyakarta |
"Aku melihat Yogya selatan ini justru makin jadi destinasi nggak cuma wisatawan dari luar kota, tapi juga dari Yogya-nya. Karena mulai ada banyak tempat-tempat baru yang orang nggak bisa ditemukan di area lain. Akhirnya banyak dari teman-teman yang bikin aplikasi-aplikasi acara yang arah ke selatan, dari mulai pameran di daerah Nitiprayan, seniman-seniman juga tinggalnya di situ. Kemudian daerah Bangunjiwo, lebih ke mungkin Ubud-nya Yogya. Daera utara atas kan udah nggak boleh pembangunan apa-apa."
"Terus ya karena gejolaknya lebih ke arah kesenian, lebih ada value-nya daripada sekedar nongkrong. Kalau di selatan lo bisa ketemu seniman siapa, musisi siapa, ada kesan yang mereka bawa."
(mif/nu2)