Fransis Magastowo, melengkapi premis detikHOT dengan menyebutkan bahwa salah satu hal yang kemudian mendorong terjadinya hal tersebut adalah hadirnya Institut Seni Indonesia (ISI).
"Memang dari dulu kayak acara seni semua juga di Yogya selatan, dari aku kecil, ayahku kan antropolog dan dia banyak kerja dengan seniman. kalau aku diajak ke pameran seni ya di Yogya selatan. Dan, Sekolah ISI kan juga di selatan, ya jadi anak seni ya memang senangnya bersenang-senang. Wajar kalau daerah situ jadi epicenter yang nyeni. Orang-orang seni kan pasti 'edgy', selalu berbeda dari orang-orang lain gitu."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang juga menyenangkan di sini adalah orang-orang menonjolkan jati dirinya sendiri. Tanpa membuat Disneyland, tapi semuanya seperti Disneyland. Tapi di dalam arena itu adalah jati diri pemilik-pemiliknya. Itu yang membuatku terkesima kayak nggak nyangka dulu kita skate, dulu kita gambar di tembok, sekarang kamu pemilik ini dan itu. Lebih tanggung jawab memikirkan hal yang lain, tapi tidak meninggalkan hobi masa mudanya.
![]() |
Berbeda dengan narasumber lainnya, Magas, lebih aktif di kancah pergaulan skateboard dan musik hardcore punk. Sedikit bernostalgia, pria yang sempat bersekolah di Philadelphia, Amerika Serikat itu bercerita bagaimana dulu setiap minggu selalu ada acara.
"Ketika 2003-2004 setiap weekend tuh pasti ada acara hardcore punk di Yogya, tidak pernah tidak. Dulu ada kafe namanya Bunker, terus Jogja National Museum (JNM) itu dulu. Kadang dulu malah di sekolah-sekolah, misalkan aku SMA di mana, di situ kalau weekend bikin acara punk gitu Pernah ada masanya anak-anak ini kolaborasi sama Energy Room, mereka kan anak disko. Terus bikin acara Hang The DJ, kita muterin lagu-lagu alternatif, Joy Division, Depeche Mode."
"Dulu di Titik Nol itu ada monumen, nah di situ kita biasa main skate. Malam jam 7 gitu kita bayar parkir Rp5.000, lompat pagar, terus main sampai pagi. Udahan, kita lawan arus ke atas Malioboro, belok kiri, ada bar yang biasa kita datangin, minum bir. Main lagi. Aku tuh weirdo gitu lah, alien," katanya lagi sambil tertawa.
Empat narasumber sudah berbagai ceritanya tentang bagaimana Yogya selatan menjadi episentrum pergaulan. Tiga narasumber lainnya, Saga, Siane Caroline dan Kidung Paramadita menyusul dengan menyebut kawasan tersebut sebagai laboratorium kesenian. Apa maksudnya? Ikuti selanjutnya hanya di detikHOT.
(mif/nu2)