Jakarta -
Menulis dan memasak, terdengar berbeda namun ternyata justru punya kesamaan utama. Sama-sama meramu. Menulis meramu huruf menjadi kata, kalimat, paragraf dan seterusnya. Memasak, meramu bahan-bahan makanan yang niscaya membuat perut kenyang dan terpuaskan.
Keduanya kegiatan itu dilakukan oleh Laire Siwi Mentari. Meskipun kini menulisnya tak seaktif dulu karena sempat melahirkan novel yang salah satunya berjudul Aphrodite. Tapi memasaknya makin raji semenjak mendirikan restoran JIWAJAWI. Hasil meditasi perjalanan Jakarta, Jerman dan Yogya yang didirikan pada 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan namanya berangkat dari kata 'jawi' yang tidak hanya diartikan sebagai Pulau Jawa atau suku Jawa. "karena zaman dulu banget itu orang-orang menyebut nusantara itu dengan nama Jawa. Jadi, ini mewakili nusantara itu," katanya.
 Tim detikHot tengah berbincang dengan Laire yang merupakan pemilik Restoran JIWAJAWI di Yogyakarta. Foto: Andhika Prasetia/detikcom |
detikHOT mendatangi Laire langsung ke lokasi usahanya di Bangunjiwo, Yogyakarta. Suasananya asri penuh dengan pepohonan hijau. Jauh dari kota, desain restoran yang didominasi kayu sudah menyambut mulai dari pintu masuk utama. Di mana pun detikers duduk, pasti akan melihat ragam tanaman hijau yang menyegarkan.
Area taman yang luas dan bertingkat ke bawah. Piknik pun bisa karena dilapisi rumput yang terawat.
"Dari awal ketika bikin JIWAJAWI kalau bisa bahannya yang kami punya semua dan gampang dicari. Kebetulan punya banyak kayu, makanya materialnya banyak pakai kayu. Terus batu-batu ini kan batu kapur, karena daerah sini memang perbukitan kapur, jadi memang gampang banget dapetin batu kapur. Jadi, elemennya semuanya dari sekitar."
 Tim detikHot tengah berbincang dengan Laire yang merupakan pemilik Restoran JIWAJAWI di Yogyakarta. Foto: Andhika Prasetia/detikcom |
"Sama pula dengan ingredients-nya yang sebisa mungkin ditanam sendiri. Kayak kecombrang tuh banyak banget di belakang rumah. Kayak yang bumbu-bumbu jahe, lengkuas. Kalau nggak bisa, cari ke tetangga, desa-desa sebelah. Aku berusaha untuk bisa berjalan bareng sama orang-orang di sekitar, nggak cuman yang dari bahan baku aja, misalnya sampai akhirnya karena di sekitar sini banyak banget penginapan, mereka nggak provide makanan, kerja sama."
Terasa seperti di rumah dan memberikan kesan baik adalah rasa yang selalu ingin diberikan Laire kepada para pelanggan usai menikmati Tuna Bakar Kecap Sambal Dabu-dabu atau Ayam Suwir Kecombrang atau mungkin Nasi Campur Vegan.
"Aku cuma ingin bilang ke orang-orang kalau tempat ini tuh bukan sekadar restoran yang setelah didatangi terus pulang, tidak memberikan kesan apapun. Tempat ini adalah rumah kedua kalian, termasuk para staf. Kalian harus ngerasa homey. Makanya pemilihan elemen materialnya juga seperti ini, nggak kebanyakan besi yang kaku. Semua yang datang harus santai, sampai-sampai nggak ada internet," cerita Laire lagi. Soal internet, benar adanya karena ketika detikHOT di sana, sinyal pada telepon hanya bisa digunakan untuk menelepon saja.
Bicara menulis yang tadi disebut di awal, Laire kemudian mengaplikasikan pada narasi-narasi di keterangan caption media sosial. Dengan lihai, dia menceritakan secara personal orang-orang yang terlibat di dalam JIWAJAWI, tidak hanya mereka yang di dapur, tapi sampai kepada yang bertugas menjaga kebersihan dan lainnya.
 Tim detikHot tengah berbincang dengan Laire yang merupakan pemilik Restoran JIWAJAWI di Yogyakarta. Foto: Andhika Prasetia/detikcom |
"Akhirnya nyambung semua, korelasi antara tempat ini harus jadi rumah, semua orang harus kenal. Aku mengiklankan tempat ini dengan sentuhan personal. Bagaimana caranya? harus storytelling. Aku langsung yang jadi admin-nya, menceritakan tentang semua apa yang ada di sini, dari mulai proses makanannya, bahkan aku bikin narasi-narasi yang kesannya jadi tulisan fiksi, kayak baca cerpen. Aku ceritakan tentang memori makanannya, tentang person by person, staf di sini biar orang kenal. Tamu yang ke sini walaupun baru pertama kali dia udah nyapa Pakde Kardi yang lagi nyapu, nyapa Bu Kun. Mereka ajak ngobrol."
Tidak pernah menyangka, keterpaksaannya memasak sendiri ketika bekerja di Jerman, rumah orangtuanya yang terbengkalai di Yogyakarta, kemudian berujung menjadi salah satu restoran paling populer yang tiba-tiba dipenuhi 150 orang. Mencicipi dengan khidmat, kenikmatan makanan nusantara. Tiga tahun berjalan, JIWAJAWI pun turut menjelma menjadi tempat berbagai aktivitas. Secara kolektif dan mandiri, para komunitas diberikan kemudahan jika ingin menggelar acara, pameran kesenian pun acara musik.
"Makanya aku selalu bilang juga JIWAJAWI ini nggak cuman tempat kamu makan terus pulang, tapi juga menikmati alam yang bagus, sekaligus bisa mengapresiasi budaya."