Jakarta -
Habib Ja'far di masa kecil hingga remaja punya cerita yang tak kalah menarik dari masa populernya saat ini. Mulai dari beban berlebihan tidak hanya sebagai keturunan Habib tapi juga anak dari ayahnya, masa pacaran yang tak dialami sampai kejadian bully.
Kita mulai satu per satu dari soal gelar Habib yang tersemat di depan namanya. Seperti di banyak informasi tentang dirinya, Habib Husein Ja'far Al Hadar tercatat sebagai keturunan ke-38 dari Nabi Muhammad SAW. Terdaftar pada lembaga bernama Rabithah Alawiyah, lembaga khusus yang bertugas perihal pencatatan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW.
"Habib, Ustad, Syekh, Kiai itu gelar yang sama, yaitu gelar orang yang berilmu agama dan mendakwahkan ilmunya kepada orang lain. Habib sendiri artinya mencintai dan dicintai, jadi landasannya memang cinta. Paling tidak, idealnya mereka yang terdepan dalam mempertontonkan akhlak Nabi yang agung. Ketika orang melihat dia, orang kemudian akan teringat dengan sosok Nabi Muhammad SAW," jelas Habib Ja'far saat berbincang dengan detikHOT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang kalau aku punya anak ya aku catet juga, itu bersambung. Orang mungkin akan kaget masa iya ada catatannya. Karena memang dari awal Nabi Muhammad SAW bilang bahwa semua garis keturunan itu lewat ayah, kecuali garis keturunanku lewat Ibu, yaitu Sayyidah Fatimah, karena Nabi Muhammad SAW tidak punya anak lagi yang melahirkan cucu. Dan, sejak saat itu pencatatan ini jadi Amanah, jadi kemuliaan bagi seseorang, jadi karunia bagi seorang," sambungnya.
Akan tetapi, karena bicara garis keturunan, jadilah Habib Ja'far secara otomatis pun menyandang predikat anak dari seorang Habib. Hal itu, membuat masa kecilnya terasa lebih memiliki beban dibanding anak-anak seusianya, apalagi untuk urusan yang sedikit nakal.
Habib Ja'far Foto: Grandyos Zafna |
"Makanya dibanding Habib yang lain, atau Sayyid yang lain, itu lebih ketat lagi. Misalnya, teman-teman gue ketika kecil, boleh tuh malam-malam di Bulan Ramadan nongkrong di luar habis Salat Tarawih. Gue nggak boleh, pulang, harus jadi teladan yang baik."
Di periode SD, Habib Ja'far mengenyam pendidikan di pesantren. Ketika masa SMP dan SMA, dia menjalaninya di sekolah negeri. Hal itu membuat dirinya mengalami perundungan karena wajah dan latar belakangnya sebagai keturunan Arab.
"Gua menjadi salah satu dari tujuh orang Arab di 400 siswa, nah di sana sana gue mulai merasakan beban sebagai orang Arab. Di-bully, katanya orang Arab itu rambutnya kayak kambing, keriting. Katanya orang Arab itu begini dan begitu. Mulai tuh punya pemikiran kenapa ya gue terlahir sebagai orang Arab. Sebelum gua pindah pesantren lagi, gue pernah bertengkar sama salah satu teman sebangku. Dia toyor kepala gue, nah buat orang Arab itu kepala ada mahkota."
Bicara remaja, apakah seorang Habib Ja'far merasakan juga masa-masa malam mingguan, pacaran dan patah hati?
"Nggak ada lah, nggak ada malam minggu bahkan Minggu aja nggak ada, Ahad yang ada. Gue nggak relate sama zaman-zaman pacarana pakai lagu Peterpan (sekarang NOAH). Paling ingat hari Ahad itu bagun pagi buat nonton Dragon Ball karena gue baca komiknya. Dulu gue di SMA lihat orang pacaran, terus pas ngapel beliin makanan buat pacarnya, dalam hati gue, 'goblok! Apa ini!" kenangnya sembari tertawa.
Bicara lagu yang menemaninya masa remajanya tumbuh, pria kelahiran Juni 1988 itu lebih mendengarkan Emha Ainun Nadjib dan Iwan Fals. Mengejutkannya, untuk musisi luar negeri, Bob Marley adalah idolanya.
"Lirik yang menyentuh gue. Dari lirik, bisa menjelaskan semua lagu yang gue sukai. Misalnya lagu Suhu (2010) dari Iwan Fals. Lagu itu adalah mantra yang dia dapatkan dari salah seorang temannya yang Buddhist. 'Kekerasan ada batasnya, keluwesan tak ada batasnya, tak ada kuda-kuda yang bisa dijatuhkan, karena itu geseran lebih utama. Keunggulan geseran terletak pada keseimbangan, rahasia keseimbangan adalah kewajaran. Wajar itu kosong'. Semua liriknya itu filosofis," katanya sembari menyanyikan lagu tersebut.
"Sekarang yang lagi gue dengerin itu Yura Yunita. Ya karena liriknya tentang dunia tipu-tipu, tentang bagaimana mata itu jendela pertama menuju hati," lanjutnya.
Kalau soal Bob Marley, Habib Ja'far meresapinya dengan lebih spesial. Lagu favoritnya, Redemption Song terdengar sejalan juga dengan film favoritnya yang diperankan oleh Morgan Freeman, The Shawshank Redemption (1994).
Habib Ja'far Foto: Grandyos Zafna |
"Bob Marley itu gue suka, gua baca bukunya, nonton filmnya, wawancaranya, gua tahu kenapa akhirnya dia nggak mau dioperasi sampai mati. Karena bagi dia, sakit itu pun gift dari Tuhan. Lagunya yang Redemption Song itu bicara soal kebebasan. Kalau dikaitkan sama film favorit gue, The Shawshank Redemption, bicara tentang bahwa lo bisa bebas di tengah penjara dan lo bisa terpenjara di tengah kebebasan, seperti Brooks (karakter dalam film The Shawshank Redemption, diperankan James Whitmore)."
Dengan ragam latar belakang yang memengaruhi caranya berpikir, lantas definisi apa yang dapat menjelaskan siapa itu Habib Ja'far?
"Pendakwah, bukan pendakwah Islam, tapi pendakwah. Toleransi, moderasi, universalisme, kemanusiaan, perdamaian, cinta, gue mendakwahkan itu semua. Bukan lagi bicara sekularisme dan sejenisnya karena kita punya masalah yang lebih besar. Dulu kita bersatu karena punya musuh bersama, yaitu kolonialisme. Sekarang, ada ekologi, melawan korupsi, melawan masalah mental. Dan, menurut gue semua bisa dijelaskan dalam kacamata Islam, karena menurut gue islam itu way of life, jalan hidup. Dan bagi gue Islam itu point of view, pola pandang tentang segala sesuatu. Kalaupun kita tidak bisa melihat dalam perspektif hukum Islam, atau kita belum bisa mengedepankan hukum Islam dalam segala fenomena, perspektif utama gue kan spiritualitas Islam."