Habib Ja'far Menyoal Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada

Hot Questions

Habib Ja'far Menyoal Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Selasa, 08 Nov 2022 08:51 WIB
Jakarta -

Tumbuh di lingkungan keluarga yang toleran, Habib Husein Ja'far tidak hanya dikenalkan pada ilmu agama, tapi juga melandasi pola berpikir dengan filsafat. Secara pendidikan, Habib Ja'far juga mendapatkan gelar Sarjana dari jurusan filsafat di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Baru kemudian menempuh gelar Master Ilmu Al-Quran dan Tafsir dari kampus yang sama.

Dirinya pun sempat menjadi penulis lepas untuk beberapa media nasional. Bekerja di penerbitan buku Mizan, sampai akhirnya memiliki toko buku selama delapan tahun terakhir, yang lebih sering dia sebut warung buku sendiri. Berisi lebih dari 14.000 koleksi, dari buku agama sampai filsafat dan pengetahuan, yang dia klaim semuanya buku-buku langka.

Lebih lanjut, detikHOT membuka pertanyaan dari premis awam. Di mana filsafat justru lebih sering dikaitkan dengan konsep tidak berTuhan. Bagaimana kemudian filsafat dari kacamata Habib Ja'far justru mampu mengokohkan konsep Ketuhanan yang solid, terlebih digunakan untuk menyebarkan dakwah Keislaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gue rasa itu cuma mitos (filsafat dan tidak berTuhan). Karena bagi gue, gue nggak menemukan bahwa filsafat bertentangan dengan Ketuhanan, justru filsafat itu adalah salah satu infrastruktur untuk menemukan Tuhan dengan pendekatan rasional. Karena itu, kalau di UIN misalnya akidah filsafat, sebagai salah satu fitur untuk memperkuat akidah kita."

Habib Ja'farHabib Ja'far Foto: Grandyos Zafna

"Ada istilahnya Teori Untung-Rugi untuk membuktikan eksistensi Tuhan. Seandainya ada dua pintu untuk keluar dari rumah ini, gue bilang di pintu pertama itu ada bom. Belum tentu omongan gue benar tapi sebagai manusia akan keluar di pintu mana? Pintu kedua dong. Nah, di pintu kedua itu bomnya nggak ada, kita nggak rugi. Seandainya di pintu pertama itu bomnya ada, kita jadi untung keluar di pintu kedua. Begitu lah, Tuhan itu ada, maka beribadahlah. Seandainya lo meyakini itu dan beribadah, lo nggak rugi. Seandainya Tuhan ada, lo untung dong."

ADVERTISEMENT

"Ini berlaku untuk semua agama, salat Cuma lima menit, gereja Cuma seminggu sekali. Kata seorang filsuf, jika memang Tuhan tidak menciptakan kita, maka kita yang akan menciptakan Tuhan di dalam diri kita. Maka kita akan memiliki banyak keuntungan."

Bicara Ketuhanan yang cukup erat dengan masyarakat salah satunya tentang surga dan neraka. Bahkan bahasan atas surga dan neraka juga dekat hubungannya dengan berbagai karya seni dan budaya pop, salah satu yang paling populer, misalnya lagu Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada karya Ahmad Dhani yang dinyanyikan mendiang Chrisye.

"Kalaupun surga dan neraka itu ada, kalau bisa lo beribadah utamanya bukan untuk itu tapi sebagai bentuk cinta lo kepada Tuhan. Sebagaimana teori tukang cukur. Kalau Tuhan ada, kenapa banyak orang jahat di luar sana? Setelah dicukur, pelanggannya keluar terus dia kembali dengan orang yang gondrong. Kalau tukang cukur ada, kenapa ada orang yang rambutnya panjang? Tukang cukur bisa jadi bukti tidak adanya Tuhan sekaligus bukti keberadaan-Nya. Semua ilmu bisa diarahkan sebetulnya, karena ilmu itu bebas nilai. Ilmu itu seharusnya bernilai positif dan konstruktif. Kalau bebas nilai, ilmu pasti mengarahkan kepada kebaikan. Kalau bernilai, ya bernilai baik, kecuali orang itu mengkhianati ilmu. Itu dalam filsafat disebut akal instrumental."

Apa yang dimaksud akal instrumental, Bib?

"Dalam teorinya Habermas, akal yang bergerak sesuai instrumen. Instrumennya apa? Duit, politik, wanita. Jadinya, dia bergerak menggunakan ilmu untuk itu saja, dia menggunakan akalnya untuk mengakali."

Habib Ja'far tidak tiba-tiba memiliki pikiran seperti ini. Anak ke-3 dari 4 bersaudara itu menjelaskan sejak kecil, setelah Subuh, dia dan ayahnya sudah sering kali berdiskusi dengan latar belakang filsafat.

Habib Ja'farHabib Ja'far Foto: Grandyos Zafna

"Literasi, filsafat dan diskusi itu saling menolong. Dulu sama bokap punya tradisi setiap selesai salat Subuh dan selesai salat Isya itu kita nongkrong bareng di halaman rumah, kita diskusi apa aja, walaupun nggak ngerti, bokap ngajakin gue diskusi soal ini dan itu."

"Bokap gue itu sosok yang toleran, sudah mengajarkan gue untuk menghargai pemeluk agama lain. Nyokap itu punya buku banyak dari berbagai genre, dari Islam yang kanan sampai Islam yang moderat. Sejak kecil gue sudah melihat fenomena keragaman dan keragaman itu ada pada diri gua, jadi gua nggak pernah melihat orang beda itu pasti salah. Gue melihat orang beda itu indah, beda itu kan nada dan nada indah. Kenapa? Karena nada itu kan harus berbeda, kalau alat musiknya cuma satu dan nadanya hanya 'do', kan jelek. Berbeda itu juga seperti puzzle, saling mengisi karena beda."

"Misalnya lagi, sekarang kita saling berhadapan ya. Gue nulis angka 6, di lo jadinya angka 9. Berbeda salah satunya, tapi jadi salah? Nggak juga. Masalah perspektif aja, karena gue hidup dengan perbedaan itu secara nyata lho. Gue hidup di kampung komunitas Arab, tapi gue juga hidup dengan buku-buku yang mengajarkan perbedaan. Jadinya gue enjoy aja."


Hide Ads