Belum lama ini, putri pertama Mona Ratuliu berbagi cerita soal sakit mental yang dialaminya. Mima mengalami mental health atau sakit mental dan berjuang bangkit.
Mima Shafa memutuskan untuk berbagi kisahnya demi membuat banyak orang peduli dengan sakit mental. Sejak umur 11 tahun, Mima Shafa mulai merasakan ada yang berbeda pada dirinya.
Saat ini, putri Mona Ratuliu, Mima Shafa, masih menjalani observasi dengan pendampingan psikolog dan psikiater.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang juga masih dalam observasi sama psikiater dan psikolog. Sebelumnya aku sudah merasakan ada pemikiran bunuh diri dan lain-lain sekitar 4 tahun lalu. Namanya juga kesehatan mental nggak tahu kapan itu akan terjadi kembali," kata Mima Shafa saat mengisi Pagi Pagi Ambyar, Selasa (16/8/2022).
Mima Shafa merasakan beratnya melawan itu semua. Dia menjelaskan muncul tekanan dari dalam dirinya sendiri. Sampai saat ini dia merasa bersyukur terus mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Apa yang dirasakan Mima Shafa bisa muncul begitu saja tanpa harus ada sebuah peristiwa.
"Kadang nggak ada (yang dirasakan). Itu dia most of the time...," ucap Mima.
"Kita jalani ternyata itu sudah terjadi sejak SD. Tahu-tahu aku ditelepon dari sekolah, Mima bilang, 'Aku sesak napas,' minta dibawa ke UGD. Bolak-balik begitu. Pernah datang ke dokter anak spesialis gerd akhirnya ditanya kamu ada masalah apa di sekolah, coba deh ke psikolog. (Akunya langsung) Loh kok ke psikolog? Ternyata itu sepertinya panic attack."
Mona Ratuliu dan Indra Brasco diawal juga merasa bingung dan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan anak mereka. Terlebih saat itu belum banyak pengetahuan tentang kesehatan mental.
Mima Shafa menjelaskan panic attack dan depresi yang dirasakan adalah dua hal berbeda.
"Kalau panic attack sendiri perasaan cemas dan perasaan depresi hal beda. Kadang aku merasa cemas tanpa harus depresi, kadang aku bisa depresi tanpa merasakan cemas. Tapi kalau untuk rasa cemas sendiri sesimpel di depan publik ada banyak orang bisa nge-trigger kecemasan aku," aku Mima Shafa.
"Kalau lagi oke kondisinya kadang juga nggak apa-apa," sambung Mona Ratuliu.
Mima Shafa bisa saja tiba-tiba sangat ingin menangis tanpa tahu apa yang dia tangisi. Kini, setelah menjalani semuanya bersama-sama, Mona Ratuliu lebih lega karena Mima sudah sangat lebih terbuka.
"Kemarin-kemarin suka menyendiri di kamar. Kalau sekarang, kadang ke kamar bilang, boleh nggak aku numpang nangis di kamar Bunda gitu," cerita Mona Ratuliu.
"Kadang mengurung diri di kamar bisa jadi gejala depresi. Itu untuk keluar kamar, ambil makan, minum, itu effort banget. Buat ke luar kamar itu repot banget. Misalnya mau pergi disuruh siap-siap mau kemana, aku cuci muka, siap-siap, itu rasanya kayak pusing banget, kayak mau pingsan, mual, sampai nangis-nangis," ungkap Mima.
Saat ini, Mima Shafa masih ruting ke psikolog dan psikiater. Dia juga mengkonsumsi obat-obatan yang bisa membantu menangani mental health.
(pus/dar)