Jakarta -
Ada beberapa cerita atau sosok putri yang akrab di telinga dan mata. Putri dari cerita dongeng ala Disney mungkin yang paling populer. Ada juga perempuan bernama Putri dalam lagu hits Jamrud yang masih ramai dinyanyikan sejak 1997 sampai sekarang.
Khusus di Indonesia, cerita putri yang bisa dikatakan paling tersohor berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kesultanan Yogyakarta yang saat ini dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X memiliki lima orang putri, salah satunya bernama Gusti Kanjeng Ratu Hayu (GKR Hayu). Putri raja, juga anak ke-4 dari lima bersaudara yang kini banyak muncul dan mengambil peran sebagai juru bicara Kesultanan Yogyakarta.
GKR Hayu, seorang penikmat anime yang kini bertugas mengepalai Tepas Tandha Yekti di Kraton. Departemen yang bertanggung jawab dalam pengembangan IT dan dokumentasi. Bisa dibilang, departemen yang mungkin paling banyak berkolaborasi dengan teknologi. Dalam Pemerintahan RI, bisa dikatakan layaknya Kemkominfo. Perjalanan pendidikan Sang Putri pun menarik untuk diceritakan lebih jauh. Belasan tahun di luar negeri hingga pulang dengan gelar Pasca Sarjana (S2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Wawancara detikHOT dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta. -Hot Questions Foto: Andhika Prasetia |
detikHOT tidak ingin mendapatkan cerita yang lebih, rasanya menarik bertamu ke sana. Dilalahnya, beliau setuju. Di bulan Ramadan, detikHOT bertamu ke kediaman GKR Hayu beserta adik-kakaknya dan tentu saja Sri Sultan dan GKR Hemas. Nama area itu Keraton Kilen, yang memang merupakan area rumah tinggal keluarga tersebut.
Sekitar pukul 11.00 WIB, perempuan kelahiran 1983 itu resmi menyapa detikHOT. Pembawaannya kasual, tidak ada mahkota di kepala dan atau ornamen-ornamen lainnya. Bersalaman, duduk, pertanyaan pertama disampaikan. Apa benar hidup Gusti layaknya Putri Disney?
"Tergantung sih, cerita Disney itu biasanya perjalanan hidupnya berhenti ketika dia menikah dengan pangerannya. Jarang sekali disorot sebuah tugas princess-nya. Padahal, kalau naik tahta they have to run the country. Jadi, kalau dibilang seakan Disney Princess, ya dari sisi mana? Karena kita kan punya tugas dan tanggung jawab. Di Keraton punya struktur organisasi, kayak tahta pemerintahan sendiri gitu di dalam institusi Keratonnya. Kalau di luar kita patuh terhadap regulasi Indonesia, kalau di dalam kami monarki."
 Wawancara detikHOT dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta. -Hot Questions Foto: Andhika Prasetia |
"Saya di Keraton TUPOKSI-nya (Tugas, pokok dan fungsi) seperti Kemkominfo dengan skala Kraton. Divisi ini dibentuk mulai 2012, bertugas dokumentasi dan IT. Jadi aku, adikku dan suamiku itu, mulai 2019 setiap tahun mengadakan pameran dan simposium. Dulu manuskrip, terus 2020 itu berdasarkan tekstil, ada batik dan segala macem. Tahun ini bertemakan kontribusi Keraton untuk Nusantara dan Indonesia. Cuma karena masih baru ya sambil trial and error. Ini untuk memperingati Ngarso Dalem (Sri Sultan X) naik tahta pada tanggal 7 Maret. Kraton sendiri punya 'Sultan Ground', punya aset, budaya tangible dan intangible, itu yang coba kami kemas untuk memastikan informasi ini generasi mudanya ngerti."
"Terus kan kita ada upacara tahunan rutin, upacaranya memang upacara keraton. Kalau dulu kita masih kecil-kecil tinggal bawa badan saja, kalau sekarang kan kita yang menyelenggarakan. Misalnya, kita harus bikin apem (kue, gunungan). Itu 1 apem beratnya bisa 2 kg mungkin ada kali, kita bikin 600 buah. Dari jam 9 pagi sampai 6 sore. Oh iya Abdi Dalam-nya banyak tapi nggak bisa karena harus istri dan keturunan yang menyiapkan sendiri. Biasanya, besok sudah pakai koyo semua."
Cerita pembukaan itu memang tidak terdengar seperti para putri di kerajaan dongeng. Bahkan di luar itu, GKR Hayu masih harus bekerja sebagai Ketua Karang Taruna DIY dan kesibukan sebagai humas di Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka DIY. Mewakili kakak dan adiknya, kesibukan mereka bisa dikatakan tidak berbeda jauh.
GKR Hayu sudah mandiri dan berpindah-pindah negara sejak remaja. Pendidikan SMP ditempuh di Brisbane, Australia. Jenjang SMA di di Singapura. Melanjutkan kuliah sarjana, diselesaikan di Bournemouth University, Inggris. Gelar master diraih di Fordham University, New York, Amerika Serikat. Berbekal perjalanan itu, GKR Hayu dewasa memiliki banyak pemikiran tentang kemajuan atas perempuan. Dan ternyata, hal ini cukup sejalan dengan tradisi di masa lalu.
"Kalau di Keraton justru yang perempuan itu they run the palace. Kalau dari zaman dulu untuk urusan yang strategic, urusan keluar itu kebanyakan laki-laki. Tapi, begitu di dalam yang running itu yang perempuan. Posisi seperti Kepala Dinas, posisi yang strategic itu masih laki-laki semua. Bapak anaknya perempuan semua, harus dipersiapkan. Karena kami yang jadi kepala dinas otomatis keberadaan perempuan di dalam divisi-divisi itu mulai ada gitu lah. Belum seimbang tapi mulai ada."
"Kalau kata ibu, ini nasihat pas saya mau menikah, laki-laki boleh kepala keluarga, tapi istri itu lehernya. Kita yang menentukan kepala mau nengok ke mana," sambung Gusti Hayu sembari tertawa.
 Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot Questions Foto: Andhika Prasetia |
Tapi, bicara menjalani kehidupan di luar negeri, di mana tidak ada yang mengenal dirinya, menjadi satu privilese yang tidak dia dapatkan di kampung halaman. "Itu (sekolah di luar negeri) adalah last moment of freedom," selorohnya sambil tertawa.
Menikah tanpa perjodohan dengan kekasihnya, Angger Pribadi Wibowo atau kini bernama Pangeran Notonegoro. Sang Pangeran Kesultanan Yogyakarta itu sempat bekerja untuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara terakhirnya adalah Kepulauan Samoa, Amerika Serikat.
"Aku juga seneng kalau kerja di negara mana-mana, travelling, anggap aja forever honeymoon. But, I do not have that option. Waktu kita nikah, selama 5 tahun gitu, aku masih 2 bulan di Yogya, sebulan ke penempatannya, ada yang aku sambil sekolah S2 (pasca sarjana). Sampai akhirnya dia memilih untuk meninggalkan itu."
 Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot Questions Foto: Andhika Prasetia |
"Memang kalau di dalam Keraton kami kan masih status oriented. Sebagai anak-anaknya raja statusnya lebih tinggi daripada mantu and for some men it's not easy, karena mereka akan selalu dikenal sebagai suaminya GKR Hayu. Mereka juga banyak limitasi, sedangkan kami dari kecil sudah dibiasakan. Untuk kami berlima, ini bukan soal mau nggak mau, but we have no option."
GKR Hayu kini telah menjadi ibu dari seorang putra bernama Raden Mas Manteyyo Kuncoro Suryonegoro. Penyuka musik klasik itu masih terus menyesuaikan diri membagi peran, antara sebagai dirinya sendiri, ibu maupun istri. Sebagai suami-istri keduanya memiliki persamaan yaitu sama-sama senang menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa di rumah.
"Kita berdua seneng doing nothing together. Jadi misalnya dia main game, aku baca komik di sebelahnya. Atau sama-sama nonton Anime," ungkapnya.
 Wawancara detikHOT dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta. -Hot Questions Foto: Andhika Prasetia |
Bersama detikHOT, GKR Hayu kemudian bercerita tentang hubunganya dengan kakak-beradik, girls squad di Kraton Yogyakarta. Mereka berlima sepakat melakukan aktivasi YouTube dan berbisnis skin care. Hadir pula di siang yang cerah saat itu, cerita-cerita soal koleksinya, tren dan bagaimana seorang putri raja melihat budaya pop di luar istananya.
Sebagai orang yang menaruh perhatian pada status perempuan, GKR Hayu juga menitipkan sebuah pesan agar para perempuan Indonesia dapat mandiri secara finansial dan cermat memilih pasangan.
Baca semua ceritanya, setelah ini, hanya di detikHOT!