Ini Novel Penulis Palestina Adania Shibli yang Picu Kontroversi di FBF

Ini Novel Penulis Palestina Adania Shibli yang Picu Kontroversi di FBF

Tia Agnes Astuti - detikHot
Senin, 16 Okt 2023 08:42 WIB
Novel Adania Shibli Berjudul Minor Detail
Foto: Istimewa
Jakarta -

Nama Adania Shibli mencuat usai penghargaannya dari LitProm yang bernama LiBeraturpreis dibatalkan oleh Frankfurt Book Fair setelah pernyataan sikap mereka yang pro-Israel. Seharusnya anugerah diberikan dalam rangkaian acara pameran perdagangan buku bertaraf internasional yang berlangsung 18-22 Oktober 2023.

Adania Shibli bukan sembarang penulis di dunia sastra dunia. Lahir pada 1974, ia tinggal dan bekerja di Berlin dan Yerusalem. Saat ini, ia menjabat sebagai penulis residensi di Literaturhaus Zurich dan pernah menjadi profesor tamu Friedrich DΓΌrrenmatt untuk Sastra Dunia di Universitas Bern, Swiss pada 2021.

Novel Adania Shibli yang berjudul Minor Detail menuai pro dan kontra. Karyanya diduga anti-Semit karena ceritanya yang membahas tentang Israel dan Palestina di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Minor Detail terdiri dari dua bagian cerita. Bagian pertama tentang seorang gadis Palestina yang diperkosa dan dibunuh di Gurun Negev selama Perang Arab-Israel pada 1948. Dalam novelnya, tentara Israel yang ditempatkan di gurun merasa bosan dan komandannya mengalami halusinasi.

Saat berpatroli, dia bertemu dengan sekelompok orang Badui yang nomaden. Lalu memerintahkan untuk menembak mereka kecuali seorang gadis dan seekor anjing. Keduanya dibawa ke kamp militer.

ADVERTISEMENT

Bagian kedua novel Minor Detail adalah beberapa dekade berikutnya ketika seorang jurnalis dari Ramallah mencoba memahami peristiwa kejahatan tersebut.

Adania ShibliAdania Shibli Foto: Courtesy of Internationales Literaturfestival Berlin

Dilansir dari DW dan sumber lainnya, seorang kritikus asal Jerman bernama Taz menganggap buku tersebut mengandung unsur anti-Semitisme atau anti-Yahudi. Menurutnya, narasi orang pertama dan nada empati dalam buku ini menutupi masalah mendasarnya.

"Semua tentara Israel digambarkan sebagai pemerkosa dan pembunuh yang tidak dikenal, sementara warga Palestina adalah korban dari penjajah yang suka memicu kekerasan," katanya.

Taz juga mengatakan novelnya dasar ideologis dan tidak manusiawi. "Kesimpulan dari novel ini tampak seperti sebuah dakwaan pamflet yang sekali lagi menggabungkan semua stereotip teks," tambahnya lagi.

LitProm mengklaim Adania Shibli telah setuju pembatalan penghargaan yang diberikan kepadanya. Dalam situs LitProm sebagai penyelenggara, alasannya disebutkan karena peperangan yang terjadi di Israel. "Keputusan ini dibicarakan bersama penulis untuk membatalkan upacara penghargaan yang direncanakan digelar di pameran buku Frankfurt," tulis asosiasi tersebut lewat situs resminya.

"Tidak ada seorang pun yang ingin merayakannya saat ini," tambah pernyataan itu.

Meskipun mendapatkan kritik habis-habisan, mereka mengaku ingin tetap memberikan penghargaan terhadap Adania Shibli dan novelnya Minor Detail. Ke depannya, mereka berjanji akan tetap memberikan ruang kepada sastra Afrika, Asia, Eropa, dan juga Amerika Latin.

Asosiasi penulis untuk kebebasan berekspresi dan keberagaman, PEN Berlin mengomentari mengenai kritik tersebut. "Entah sebuah buku layak mendapat penghargaan atau tidak. Keputusan juri untuk Adania Shibli yang dibuat beberapa minggu lalu, menurut saya sangat bagus terlepas dari sudut pandang politik," kata juru bicara PEN Berlin, Eva Menasse.

Sebelumnya pada Jumat (13/10) waktu Jerman, Direktur Frankfur Book Fair Juergen Boos mengumumkan pernyataan sikap kepada Yahudi dan pro-Israel. Mereka juga mengutuk keras serangan Hamas terhadap Israel.

"Terorisme terhadap Israel bertentangan dengan seluruh nilai-nilai Pameran Buku Frankfurt, karena alasan itulah kami ingin membuat suara Yahudi dan Israel lebih terlihat," ungkapnya.

Gara-gara pembatalan tersebut, banyak pihak yang mengkritiknya mulai dari penerbit Arab Saudi hingga Timur Tengah. Novelis Indonesia Intan Paramadhita juga menyayangkannya. "Tentang bagaimana Frankfurt Book Fair melakukan penghapusan dengan cara kolonial, ironisnya seperti yang dituliskan di novel Adania. Saya juga menyatakan kalau tulisan Adania sangat penting dan tidak membutuhkan pengakuan Barat," pungkasnya.




(tia/wes)

Hide Ads