Jakarta -
Hari Puisi Nasional yang diperingati setiap tanggal 28 April, tidak terlepas dari kiprah sosok Chairil Anwar. Tahun ini juga menjadi momentum berharga karena menjadi perayaan 100 tahun usia penyair Chairil Anwar.
Jika masih hidup, pria kelahiran 26 Juli 1922 akan berusia seabad. Si Binatang Jalang bukan sekadar pelopor puisi modern Indonesia.
Sosok Chairil Anwar melesat lebih besar dari nama-namanya. Puisi-puisi ciptaannya abadi, melegenda, dan tak lekang oleh zaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 5 fakta Chairil Anwar, sosok yang berada di balik penetapan Hari Puisi Nasional oleh pemerintah Indonesia. Berikut di antaranya:
1. Pelopor Angkatan '45
Chairil Anwar juga merupakan salah satu pelopor Angkatan 1945, yaitu pencipta tren baru pemakaian kata yang terkesan lugas, solid, dan kuat dalam berpuisi.
Ia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin menjadi pelopor puisi modern di Indonesia. Chairil meninggal pada 28 April 1949 akibat TBC. Keabadian karyanya terbukti dalam penganugerahan penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award untuk kategori seniman sastra 2007, 58 tahun setelah ia meninggal.
2. Kepopuleran Puisi Aku
Puisi berjudul Aku merupakan karya Chairil Anwar yang paling dikenal masyarakat. Aku pertama kali dibacakan pada Juli 1943 di Pusat Kebudayaan Jakarta oleh Chairil sendiri.
HB Jassin, pelopor Dokumenter Sastra Indonesia dalam dokumenternya mengatakan bahwa puisi Aku diterbitkan dengan judul Semangat untuk menghindari penyensoran dan menyebarkan gerakan kebebasan.
Berikut puisi "Aku" dari buku kumpulan puisi Chairil Aku Ini Binatang Jalang yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU).
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi!
(Baca halaman berikutnya tentang 5 fakta Chairil Anwar)
3. 94 Karya
Sepanjang hidupnya, Chairil Anwar telah menghasilkan sekitar 94 karya. Di dalamnya terdapat 70 sajak, 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Pelopor puisi modern Indonesia ini memiliki karya-karya yang selalu melegenda dan gagasan dari puisi-puisinya yang mendobrak semangat senantiasa melekat pada buku-buku pelajaran bahasa Indonesia.
Puisi-puisi Chairil seperti para pejuang kemerdekaan di zamannya, juga banyak berisi perlawanan dan semangat merdeka.
4. Sajak Satu-satunya untuk Hapsah
Chairil Anwar dikenal dekat dengan banyak perempuan, namun hanya ada satu sajak yang secara khusus dituliskan untuk mantan istrinya, Hapsah. Hal itu terungkap oleh Hasan Aspahani yang menulis novel biografi Chairil.
Sajak itu ditemukan sang penulis saat melakukan riset di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Sajak berjudul 'Buat H' itu disebutnya sebagai sajak yang belum selesai.
Sajak yang menggunakan tulisan tangan tanpa mesin ketik dan memakai pensil itu, diakui Hasan, tidak terbit di mana-mana. Namun, sajaknya terdapat di dalam buku kerja Chairil.
"Di situ banyak calon sajak yang mau diterbitkan, dan ada yang mau diterjemahkan. Karya-karya yang belum selesai menjelang kematiannya," tutur Hasan.
Sajak berjudul 'Buat H' itu berisi, "Aku berada kembali di kamar, bersama buku seperti sebelum bersamamu dulu."
Hasan menduga sajaknya memuat kerinduan yang mendalam terhadap sosok istrinya tersebut. "Dia kangen sama istrinya di hari-hari terakhir jelang kematiannya. Dia kangen pada istri dan rumahnya dulu. Dan 'Buat H' menurut H.B.Jassin memang buat Hapsah," kata Hasan.
(Baca halaman berikutnya tentang fakta kelima Chairil Anwar)
5. Meninggal Muda
Chairil Anwar pernah menikah dengan Hapsah Wiriaredja. Umur pernikahannya hanya seumur jagung yakni dua tahun pada 6 Agustus 1946 hingga akhir tahun 1948 saja.
Bersama Hapsah, Chairil mempunyai satu orang anak perempuan bernama Evawani Alissa. Anaknya itulah yang mewarisi kekayaan hak cipta intelektual dan royalti atas karya-karya Chairil Anwar setelah meninggal.
Setelah bercerai, Chairil tak produktif berkarya lagi. Kondisi kesehatannya memburuk dan menurun drastis.
Ia harus dilarikan ke CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), Jakarta Pusat.
Paru-paru Chairil terjangkiti Tuberculosis (TBC), hingga akhirnya meninggal pada 28 April 1949. Menurut catatan rumah sakit, ia dirawat karena tifus.
Meskipun begitu, ia sebenarnya sudah lama menderita penyakit paru-paru dan infeksi yang menyebabkan dirinya makin lemah, sehingga timbullah penyakit usus yang membawa kematian dirinya, yakni ususnya pecah.
Dia meninggal di umur yang belum genap 27 pada 28 April 1949 tepat di pukul 14.30 WIB. Chairil Anwar dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, keesokan harinya.
Kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyerah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas dan Jang Putus".
Simak Video "Video K-Talk: Seruan Semangat dari Puisi 'Aku' Chairil Anwar untuk Warga Korsel"
[Gambas:Video 20detik]