5 Fakta Sutan Takdir Alisjahbana, Sastrawan Ahli Tata Bahasa Indonesia

5 Fakta Sutan Takdir Alisjahbana, Sastrawan Ahli Tata Bahasa Indonesia

Tia Agnes - detikHot
Jumat, 11 Feb 2022 11:26 WIB
Sutan Takdir Alisjahbana
5 fakta soal Sutan Takdir Alisjahbana. Foto: Istimewa
Jakarta -

Hari ini menjadi momen kelahiran bagi sastrawan Sutan Takdir Alisjahbana. Pria kelahiran Mandailing Natal pada 11 Februari 1908 silam, dikenal baik sebagai budayawan sekaligus ahli tata bahasa Indonesia.

Sutan Takdir Alisjahbana juga seorang pendiri Universitas Nasional (UNAS) yang berada di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Ibunda STA merupakan keturunan Rajo Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal. Dari ibunya, dia berkerabat dengan Sutan Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut 5 fakta soal Sutan Takdir Alisjahbana, karya-karya dan julukan sebagai ahli tata bahasa, di antaranya:

1. Ahli Tata Bahasa Indonesia

Sutan Takdir Alisjahbana merupakan orang pertama yang menulis Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia yang terbit pada 1936 dan masih digunakan sampai sekarang. Dalam literatur yang tersebar, cita-citanya adalah menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di kawasan Asia Tenggara.

ADVERTISEMENT

Menurut Ignas Kleden, Sutan Takdir berpandangan bahwa bahasa Indonesia harus mampu melayani kebutuhan manusia modern, selaras dengan perkembangan ilmu serta teknologi.

Bahasa Indonesia, lanjut dia, juga bisa memayungi segala macam bidang dan memudahkan penyebaran pengetahuan lewat kerja penerjemahan. Baginya, ilmu pengetahuan-termasuk bahasa- harus bisa membawa terang dan menjawab berbagai persoalan hidup.

Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Bahasa Indonesia sampai 1950. Serta bertugas sebagai dosen di Universitas Indonesia mata kuliah bahasa Indonesia pada 1946 sampai 1948.

2. Tokoh Pujangga Baru

Sutan Takdir Alisjahbana juga pelopor dan tokoh sastrawan Pujangga Baru. Sebutan Pujangga Baru adalah angkatan menggantikan Balai Pustaka yang berjaya sebelumnya.

Para sastrawan yang disebut Pujangga Baru karena karya-karyanya dipublikasikan lewat Majalah Pujangga Baru dan terbentuk tahun 1933.

3. Redaktur Balai Pustaka

Sutan Takdir Alisjahbana akhirnya melepas profesi seorang guru karena mengaku tidak sabar. Ia pun terjun ke dunia tulis menulis.

Dia melamar ke penerbit Balai Pustaka yang merupakan biro penerbitan pemerintah administrasi Belanda. Dia diterima menjadi seorang redaktur buku.

Pada 1933, Sutan Takdir kemudian memimpin majalah Pandji Poestaka dan pertemuan beliau dengan Amir Hamzah serta Armijn Pane merupakan benih kelahiran majalah Pujangga Baru.

4. Cinta dengan Dunia Buku

Sejak kecil, STA bukan seorang penggemar buku. Kakeknya, Sutan Mohamad Zahab dikenal sebagai seorang yang kaya pengetahuan agama dan hukum. Di atas makamnya terdapat tumpukan buku yang sering disaksikannya ketika kecil.

STA kecil pun lebih senang bermain di luar ketimbang membaca buku namun berubah ketika dia lulus Sekolah Dasar dan kerap pergi liburan.

Dia menjadi gemar membaca dan pengalaman saat liburan dari Jawa ke Sumatera ada dalam setiap karya-karya yang ditulisnya.

5. Karya Klasik Mendunia

Sutan Takdir Alisjahbana juga dikenal sebagai seorang novelis. Sejumlah karya sukses diterbitkannya, mulai dari Tak Putus Dirundung Malang (1929), Dian Tak Kunjung Padam (1932), kumpulan sajak Tebaran Mega (1935), Layar Terkembang (1936) sampai Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940).




(tia/pus)

Hide Ads