4. Novel Perburuan Ditulis di Bui
Tak hanya Tetralogi Buru saja yang disusun di Pulau Buru saat Pram diasingkan namun juga novel Perburuan yang terbit perdana pada 1950. Perburuan mengisahkan tentang mantan tentara PETA yang diburu Jepang karena memberontak.
![]() |
Pram menulis novel 'Perburuan' selama seminggu pada 1949 silam dan saat dipenjara di Bukit Duri oleh Belanda. Kerja paksa di luar penjara dengan upah 7,5 sen perhari dan kenyataan bahwa perang melawan Belanda belum kelihatan ujungnya membuat Pram putus asa.
Pram menulis novelnya ketika brusia 23 tahun dengan narasi tentang kemerdekaan dan nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
5. Dapat Mesin Tik dari Sartree
Ketika Pram diamankan untuk dibawa ke suatu tempat, Pram berpesan kepada pihak yang mengamankan agar arsip miliknya jangan dimusnahkan. Jika pemerintah membutuhkannya, silakan saja asal jangan dimusnahkan.
Dua tahun setelahnya, Pram telah mendekam mulai dari Salemba, Tangerang, Cipinang, Nusa Kambangan, Suka Miskin, hingga Pulau Buru.
Saat mendekam di Pulau Buru pada 1969-1970, tahanan politik (tapol) yang ada di sana merasa tidak ada harapan untuk menjalani masa yang akan datang. Dari situ, Pram membuat cerita secara lisan tentang seorang wanita desa yang tidak punya apa-apa, tidak punya kebisaan apa-apa menjadi sosok wanita yang kuat dan revolusioner.
Fakta lainnya ketika Pram berada di bui tanpa proses pengadilan, dia mendapatkan mesin tik oleh novelis kenamaan Sartree. Dia pun diizinkan untuk menulis oleh Sumitro.
'Bumi Manusia' pun mulai diketik di atas kertas semen lantaran keterbatasan kertas yang dijadikan untuk menulis. Untuk tinta, ia menggunakan arang atau daun pacar yang direbus, dicelupkan pitanya lalu dijemur.
Simak Video "Berwisata di Tempat Syuting 'Bumi Manusia' Yogyakarta"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/dar)