Penyair asal Amerika Louise GlΓΌck meraih penghargaan Nobel Sastra 2020. Ia menjadi pemenang perempuan yang ke-16 sepanjang sejarah Hadiah Nobel.
Dalam sejarah Nobel Sastra, sejak tahun 2011 tidak ada satu pun pemenang yang berasal dari kalangan penyair. Peraih Nobel Sastra dari perempuan baru yang ke-15 kalinya, berbeda dengan penulis pria yang mencapai angka 101 kali.
Berikut 5 peraih Nobel Sastra perempuan yang berjaya di dunia internasional, selain Louise GlΓΌck:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Olga Tokarczuk (2018)
Hadiah Nobel Sastra 2018 diberikan kepada Olga Tokarczuk asal Polandia. Ia bukan nama baru di dunia sastra, karena pada 2018 ia juga memenangkan Man Booker International untuk novel Flights.
Setelah menerima hadiah senilai Rp 1,2 miliar, Olga Tokarczuk mendirikan yayasan untuk mempromosikan hak-hak minoritas, perempuan, literasi, HAM, dan kesadaran lingkungan.
![]() |
2. Svetlana Alexievich (2015)
Pada 2015, Nobel Sastra diberikan kepada Svetlana Alexievich. Penulis sekaligus aktivis kelahiran Belarusia menerima penghargaan karena karya tulisannya dianggap polifonik.
"Hasil karya tulisannya yang polifonik menjadi monumen terhadap penderitaan dan keberanian dalam kehidupan masa kini," tulis Akademi Swedia.
![]() |
3. Alice Munro (2013)
Nama Alice Munro yang tak diduga sama sekali oleh publik ketika meraih Nobel Sastra 2013. Penulis asal Kanada itu memberikan pengaruh di karya sastra khususnya cerpen.
Kemenangan Alice Munro di Nobel cukup unik karena untuk pertama kalinya cerpenis memenangkan penghargaan ini dan menjadi penulis perempuan ke-13.
![]() |
4. Toni Morrison (1993)
Nama Toni Morrison adalah yang paling terkenal di Amerika. Nobel Sastra 1993 diberikan kepadanya. Dia dianggap salah satu penulis paling berpengaruh dan terkemuka di abad ke-20.
Toni Morrison juga menjadi perempuan Afrika-Amerika pertama yang dianugerahi Nobel Sastra.
![]() |
5. Pearl S Buck (1938)
![]() |
Pearl S Buck menjadi pemenang Nobel Sastra 1938 pertama dari Amerika. Ia juga dikenal dengan nama Sai Zhen Zhu karena menghabiskan sebagian besar waktunya di China.
Akademi Swedia menuliskan karya Pearl S Buck mencerminkan tulisan karya dan epik tentang kehidupan petani di China serta mahakarya biografinya.
Bersamaan dengan karier menulisnya, ia memulai Yayasan Pearl S. Buck, sebuah organisasi kemanusiaan.
Baca juga: 5 Kontroversi Nobel Sastra |
(tia/tia)