Membaca Filosofi di Balik Stand Indonesia di Pameran Dagang Buku Terbesar di Dunia

Membaca Filosofi di Balik Stand Indonesia di Pameran Dagang Buku Terbesar di Dunia

Andi Saputra - detikHot
Selasa, 18 Okt 2016 21:38 WIB
Foto: Andi Saputra
Frankfurt - Cuaca Frankfurt, Jerman masih cukup bersahabat bagi orang tropis, berkisar di suhu 10-14 derajat Celcius. Di balik hawa sejuk kota terbesar keempat di Jerman itu, ribuan orang berduyun-duyun datang ke Frankfurt.

"Ini bukan sekadar pameran, karena harus punya konsep," kata desainer dari Indonesia, Emir Hakim di sela-sela persiapan pembukaan kepada detikcom, Selasa (18/10/2016).

Emir merancang satu sisi stand Indonesia yang bercerita sejarah sastra Indonesia. Dari zaman Marah Rusli hingga Laksmi Pamuntjak. Sejarah itu harus ia peras dalam satu lorong waktu yang ditampilkan secara singkat dan padat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di akui oleh Emir, pameran di Eropa membuat tantangan tersendiri karena setiap tahun harus berubah. Berbeda dengan di Indonesia yang acap pameran layaknya memindahkan toko ke sebuah hall.

"Untuk membuat konsep ini kami merancang selama tiga bulan," ujar Emir.

Hal itu diakui oleh penanggung jawab desain stand Indonesia seluas 200 meter persegi, Andro Kaliando. Indonesia menampilkan stand yang berbeda dari tahun sebelumnya yaitu kini menampilkan desain Indonesia yang memiliki banyak pegunungan. Hal itu terlihat dari jajaran stand yang meninggi layaknya sebuah terasering dengan warna dominan kuning layaknya warna padi. Sebelumnya, Indonesia menampilkan keragaman pulau dan alam bawah laut.

Membaca Filosofi di Balik Stand Indonesia di Pameran Dagang Buku Terbesar di Dunia Foto: Andi Saputra/detikHOT

"Kami merancang konsep ini selama sebulan penuh," ujar Andro yang sehari merupakan arsitektur di Jakarta.

Stand ini menjadi stand yang paling unik dibandingkan stand dari puluhan negara lain. Filosofi stand Indonesia itu ingin menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang modern, dan tidak melulu batik dan tari taradisional.

"Warnanya dipilih yang natural. Tidak asal print batik lalu ditempel," ujar Andro.

Bagian depan diuat area lobi dengan bangku panjang dan akan menjadi tempat diskusi, bedah buku, dan area berkumpul. Ke belakang, rak-rak buku semakin meninggi layaknya sebuah gunung. Sekilas dilihat seperti terasering. Rak-rak buku itu akan memajang ratusan buku Indonesia, sebagian sudah dialih bahasakan ke bahasa Inggris. Di salah satu lorong terdapat pula meja dan kursi sebagai tempat transaksi perdagangan hak cipta buku dari penerbit Indonesia dengan penerbit asing.

"Paling belakang dibuat space untuk desiner buku," ucap Andro.

Dalam mengerjakan stand ini, Andro memiliki beberapa kendala teknis seperti bahan baku yang mahal dan harus dari Eropa serta biaya pekekrja yang tidak murah. Untuk menyiasati anggaran, Andro memakai kontraktor dari Italia untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

"Pekerjanya hanya satu yang bisa berbahasa Inggris," ujar Andro dengan tertawa.

Membaca Filosofi di Balik Stand Indonesia di Pameran Dagang Buku Terbesar di Dunia Foto: Andi Saputra

Konsep yang selalu baru ini bukannya tanpa alasan. Sebab Frankfurt Book Fair merupakan pameran terbesar di duia untuk kategori buku/percetakan. Pameran ini telah berusia lebih dari 4 abad lamanya. Seperti tahun sebelumnya, lokasi kembali digelar di Frankfurter Messe (Frankfurt Trade Fair), yang berada di kompleks bangunan seluas hampir 37 hektare. Pameran itu tidak melulu memindahkan toko buku karena ratusan penerbit dari berbagai negara datang untuk melakukan transaksi hak cipta.

Konsep yang selalu baru ini membuat pengunjung pameran tak akan rugi merogoh kocek 105 Euro untuk membeli tiket masuk ke lokasi pameran. Beberapa nama yang berpartisipasi dari Indonesia di antaranya adalah Laksmi Pamuntjak, Eka Kurniawan, Seno Gumira Ajidarma, Tita Larasati, Aan Mansyur, Abidah El Khalieqy, dan lain-lain. Beberapa nama chef juga bakal hadir, salah satunya adalah Bara Pattiradjawane. Bahkan untuk Laksmi Pamuntjak ada diskusi tentang penghargaan Liberaturpreis Jerman untuk novel Amba.

Nama-nama yang ditampilkan memang sudah mendunia. Seperti Eka adalah penulis novel yang masuk dalam nominasi The Man Booker International Prize 2016 untuk bukunya Lelaki Harimau (Man Tiger). Serta Eka baru saja menerima penghargaan FT/OppenheimurFunds Emerging Voices untuk kategori fiksi mengalahkan dua penulis Tiongkok lainnya. Cerpen Seno yang berjudul "Saksi Mata" juga pernah memperoleh Dinny O'Hearn Prize for Literary, 1997.

Selain menampilkan stand buku, Indonesia juga memboyong beragam pertunjukan dari kuliner soto, pencak silat hingga pemutaran film.

(asp/mah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads