5 Fakta Putu Wijaya, Sang Teroris Mental

5 Fakta Putu Wijaya, Sang Teroris Mental

Tia Agnes - detikHot
Rabu, 13 Apr 2022 19:05 WIB
Putu Wijaya di pertunjukan Teater Mandiri berjudul Peace di Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta Pusat, Rabu (25/9)
Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Jakarta -

Pada 11 April, dunia sastra dan teater Tanah Air merayakan hari jadi Putu Wijaya yang ke-78 tahun. Pendiri Teater Mandiri yang masih berkarya sampai sekarang dikenal sebagai sastrawan serba bisa.

Kiprahnya sebagai seniman telah ada lebih dari lima dekade di Indonesia. Pria bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya juga dikenal sebagai pelukis, penulis drama, cerpen, esai, novel, skenario film sampai sinetron.

Berikut 5 fakta soal Putu Wijaya seperti dirangkum redaksi detikcom, di antaranya adalah:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Jurnalis

Karier Putu Wijaya di dunia seni bermula dari seorang jurnalis. Saat berada di Yogyakarta, ia bekerja di Majalah Express namun vakum sampai membuatnya hijrah ke Ibu Kota.

Di Jakarta, ia pernah menjadi jurnalis untuk Tempo dan Zaman. Putu Wijaya dan rekan-rekan di Majalah Tempo pun mendirikan Teater Mandiri pada 1974.

ADVERTISEMENT

Dari teater itulah, membuatnya berkeliling Amerika Serikat dan mempromosikan pementasan Yel sampai tampil di Jepang pada 2001.

2. Teroris Mental

Nama Putu Wijaya dikenal sebagai teroris mental karena teori ketahanan yang diciptakan. Melalui buku berjudul Putu Wijaya: Sang Teroris Mental dan Pertanggungjawaban Proses Kreatifnya, teror mental digaungkan sebagai usaha untuk membangun proses seorang seniman.

Banyak juga yang menyebut karya-karya Putu Wijaya bagaikan teror yang membuat penonton berpikir. Naskah teater Putu Wijaya kerap sarat kritik sosial.

3. Bertolak dari yang Ada

Tak hanya teror mental saja yang digaungkan oleh Putu Wijaya, namun ia juga menciptakan teori Bertotak dari yang Ada yakni menerima apa yang ada dalam cermin.

"Apa yang ada itu kemudian mendorong kita untuk bekerja, mencari, berkreasi, dengan kreatifitas tidak ada yang tidak mungkin," ungkap Putu yang selalu mengajak pengunjung agar tidak terjebak dengan keterbatasan dalam hal apapun.

(Baca halaman berikutnya soal Putu Wijaya dan perjalanan hidupnya sebagai seniman).

4. Belajar Teater ke Luar Negeri

Putu Wijaya pernah mendapatkan beasiswa drama teater di Jepang selama setahun pada 1973. Selama di Jepang, ia hidup bersama masyarakat komunal dan ikut menggelar pertunjukan sandiwara rakyat keliling.

Kariernya pun menanjak ketika mengikuti Festival Teater Sedunia pada 1985. Setelahnya, ia pun mengikuti Festival Horizonte III di Berlin, Jerman. Dia pun dikenal sebagai penulis naskah drama.

5. Puluhan Novel

Putu Wijaya sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah menulis skenario film dan sinetron.

Sebagai seorang penulis fiksi yang produktif, sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan adalah Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, dan Nyali. Sejumlah karyanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris, Rusia, Perancis, Jepang, Arab, dan Thailand.



Simak Video "Video: Melihat Perbedaan Tafsir Pentas 'DAG DIG DUG' Versi Slamet dan Putu"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads