Berbicara dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, Ria menjelaskan tur belakang panggung dengan antusias. Ria menuturkan ide pementasan virtual ini bermula dari keinginan membawa pengalaman berbeda dari teater konvensional.
"Karena kayak ini mengambil sorot kamera sangat dekat, kami benar-benar membuat set dan visual detail. Detail sangat berpengaruh dari pertunjukan ini," sambung Ria.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita dari Anak Lelaki Berusia 5 Tahun
Pertunjukan A Bucket of Beetles diadaptasi dari cerita penuturan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun bernama Lunang Pramusesa. Ria menceritakan anaknya itu terobsesi dengan kumbang badak sejak Desember 2019.
![]() |
"Lunang terobsesi dengan kumbang dan bertanya 'jika aku ingin bikin pentas cerita tentang kumbang dibawakan kali ini bagaimana?' Kami minta Lunang untuk bercerita dan mengeluarkan ide-idenya termasuk seperti apa bentuk serangga dan kumbang badaknya," kenang Ria.
Akhir cerita dari pertunjukan A Bucket of Beetles pun dibuat oleh Lunang. Ria mengatakan sejak ide mencuat akhir 2019, Papermoon Puppet Theatre memulai prosesnya di Jepang.
![]() |
"Cerita soal kebakaran hutan dan ending soal Wehea akan cari hutan baru itu juga dibuat oleh Lunang," ucap Ria secara daring.
Papermoon Puppet Theatre sukses mementaskan A Bucket of Beetles saat pandemi COVID-19 secara virtual. Para penonton yang antusias menonton tak hanya berasal dari Indonesia saja, tapi Philadelphia dan Seattle Amerika Serikat, Jepang, Filipina, Korea Selatan, Jerman, hingga Belanda.
(tia/dar)