Pertunjukan Garin menceritakan tentang sebuah ratapan (lament) dalam nyanyian mencari sebuah planet dimana peradaban dituntut mencari pangan dan energi baru. Kisah dimulai setelah tsunami, hilangnya peradaban yang menyisakan seorang manusia yang mencari harapan.
Pada akhir perjalanan, lahir sebuah planet baru lewat jalan panjang penebusan seusai tsunami. Sebuah perjalanan penebusan untuk mendapatkan kembali keseimbangan alam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Judul Planet adalah ide dasar dari perjalanan melihat upacara di Paskah di Lelantuka, prosidah (Itali). Lamen itu nyanyian duka ratapan sekaligus untuk melihat kebangkitan yang positif. Upaya bersama sebagai bangsa untuk bangkit melahirkan sesuatu yang indah dan berbudaya," ujar sutradara Garin Nugroho di Komunitas Salihara, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).
![]() |
Mengusung perpaduan budaya dari Indonesia Timur (Melanesia), Garin Nugroho mengkombinasikan elemen pergerakan tubuh dari tradisi Nusa Tenggara Timur hingga Papua.
Gerak tablo dan tubuh kontemporer dikoreografi oleh Otniel Tasman dan Boogie Papeda. Pertunjukan ini juga dilengkapi dengan lantunan suara indah dari Mazmur Chorale Choir asal Kupang yang dipilih melalui proses seleksi sejak akhir tahun 2018 yang lalu.
"Setelah Jakarta, pertunjukannya akan membuka festival seni kontemporer terbesar di Melbourne. Kita akan tampil di sana. Ada musik, seni rupa, tahun kemarin juga di Asia TOPA," lanjutnya.
Tiket pentas dibanderol mulai Rp 250 ribu (bronze), Rp 450 ribu (silver), Rp 700 ribu (gold), dan Rp 1 juta (platinum).
(tia/dar)