Merayakan Dua Dekade Selasar Sunaryo Art Space

Merayakan Dua Dekade Selasar Sunaryo Art Space

Tia Agnes - detikHot
Senin, 17 Sep 2018 14:13 WIB
Merayakan Dua Dekade Selasar Sunaryo Art Space Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Bandung - Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) malam itu sungguh berbeda. Di bawah kain putih yang disanggah dengan bambu-bambu, para tamu duduk menunggu pembukaan perayaan dua dekade SSAS yang didirikan oleh perupa senior Sunaryo.

Tamu undangan dari berbagai kota sampai Malaysia, Singapura, dan Filipina turut hadir. Mengenakan blazer berwarna putih, yang empunya galeri pun naik ke atas podium sambil berkelakar mengenang 20 tahun yang lalu.

"Dua puluh tahun lalu saya berdiri di sini didampingi Edi Setyawati, Dirjen Kebudayaan saat itu. Kita buka dalam keadaan bangsa ini tengah krisis, prahara nasional. Pameran 'Titik Nadir', saya bungkus karya saya saat itu dengan kain hitam," ujar Sunaryo membuka perayaan dua dekade SSAS akhir pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Di pembukaan 20 tahun lalu, Sunaryo membuka dengan kehadiran patung yang tepat berada di depan bangunan. "Saya bikin monumen ini dan saya tata sendiri," tuturnya.

Sepanjang dua dekade, Selasar Sunaryo hadir tak hanya sebagai ruang alternatif dan galeri seni, tapi juga tempat residensi bagi seniman-seniman muda. Ruang ini pun menambah fungsi edukasi bagi mereka yang ingin belajar, termasuk Eka Antonius asal Flores yang menjejakkan kaki di ruang ini.

Merayakan Dua Dekade Selasar Sunaryo Art SpaceMerayakan Dua Dekade Selasar Sunaryo Art Space Foto: Tia Agnes/ detikHOT


"Ketika melihat dan membaca profil Selasar Sunaryo, saya kaget ternyata sudah berusia 20 tahun ada ini adalah organisasi nirlaba. Di Maumere, kami merasa perlu ada ruang alternatif, dan saya mencoba untuk belajar infrastruktur dan kesenian lewat ruang SSAS," tutur Eka menjelaskan dengan semangat berapi-api.



Eka hanyalah segelintir seniman muda yang melakukan residensi di Selasar Sunaryo. Deretan seniman pernah mengenyam pendidikan dan belajar banyak dari sosok sang maestro.

Lewat pameran tunggal 'Lawangkala', Sunaryo mempersembahkan karya-karyanya pada publik. Tak ingin lagi seperti 'Titik Nadir' (1998) yang dibuka dengan suasana ironi dan duka dengan keadaan bangsa, Sunaryo melakukan hal yang berbeda.

"Waktu 'Titik Nadir' saya membungkus dan mengikat, sekarang saya menambal dan menjahit dengan harapan lebih baik," tuturnya.

Sepanjang perjalanan SSAS, kini berdiri juga WOT Batu dan Bale Project di bawah Yayasan Selasar Sunaryo. Memeriahkan perayaan 20 tahun SSAS, dua program spesial digelar di Bale Tonggoh dan pameran tunggal Septian Harriyoga di WOT Batu.

(tia/nu2)

Hide Ads