Ajang Kumpulnya Para Seniman di Festival Cikini 2013

Festival Cikini 2013 (1)

Ajang Kumpulnya Para Seniman di Festival Cikini 2013

- detikHot
Senin, 16 Des 2013 08:19 WIB
Patung Kodok besar salah satu ciri khas Festival Cikini 2013 (Tia Agnes Astuti/detikHOT)
Jakarta - Tak banyak festival seni yang mampu mengumpulkan para seniman maupun perupa dalam satu lokasi. Namun, di Festival Cikini akhir pekan lalu, hal itu mampu diwujudkan.

Perayaan ini bertepatan dengan hari jadi Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) November lalu, pengelola festival ini.

Di sana, terdapat 22 tenda kreasi perupa serta barang-barang kreasi seni budaya yang unik. Uniknya ada karya patung kodok di antaranya dan mural yang menyentil kota metropolitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhir pekan lalu, selama berlangsungnya Festival Cikini dari 13-14 Desember, detikHOT merangkum beragam kegiatan di dalamnya.

***

Festival tahunan ini awalnya bernama Festival November yang dilangsungkan bertepatan dengan tanggal diresmikannya PJK-TIM. Sayangnya, selama beberapa tahun pernah tidak diselenggarakan.

"Momentumnya pas sekali dengan ulang tahun PKJ-TIM dan biasanya dilaksanakan selama satu bulan. Tahun-tahun lalu seperti itu," kata penanggung jawab program Festival Cikini, Aidil Usman kepada detikHOT Sabtu (14/12/2013) lalu.



Tapi untuk tahun ini, namanya berubah menjadi Festival Cikini. Lantaran sejak 1968 silam, kawasan yang dahulunya terkenal dengan Kebon Binatang (Bonbin) Raden Saleh ini sudah menjadi sentral aktivitas berkesenian.

Menurutnya, pihak penyelenggara membuatnya menjadi sebuah kegiatan dengan kerja kuratorial. Nama kurator-kuratornya yakni Sriwarso Wahono, Arie Batubara, Radhar Panca Dahana, Seno Joko Suyono, Damhuri Muhammad, dan Abdullah Wong.

"Festival ini untuk tempat kumpulnya para seniman, dan mendekatkan mereka dengan ruang publik," kata Aidil.

Supaya aktivitas dalam berkesenian tak hanya berada di dalam galeri maupun ruang pementasan yang elit. Pihaknya pun sengaja mendatangkan beberapa kesenian dari Yogyakarta dan Solo.

Serta mengajak para grup teater kampus agar ikut berkiprah dalam program teater jalanan. "Media panggung dan di luar panggung sangat berbeda. Tapi bagaimana seorang aktor yang baik dapat membuat jalanan seperti panggungnya," kata Aidil.



Seperti sebuah pertunjukkan berjudul 'Ngobak' yang dipentaskan oleh Teater Jalanan yang bernama Koteka (Komunitas Teater Kampus). Serta happening art lainnya yang mencengangkan di tengah hujan deras selama dua hari.

Festival yang bertemakan 'Urban Act Creative and Performance' ini diadakan di depan pelataran TIM dan membuat panggung yang menarik minat pengunjung.

"Sengaja ditempatkan di situ, agar merangsang orang untuk hadir. Semoga festival ini bisa dilangsungkan kontinu tiap tahunnya," kata pria yang mendapatkan gelar penata tari terbaik untuk Koreografer Kontemporer pada Gedung Kesenian Award.


















(tia/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads