COVID-19 membuat kita semua tidak bisa menyaksikan rilisan film-film superhero yang selalu kita nanti-nantikan. Film seperti Black Widow dan Wonder Woman 1984 yang harusnya dirilis tahun ini terpaksa ditunda karena banyak bioskop di dunia ditutup.
Jika Anda, seperti saya, merindukan aksi superhero yang seru dan menegangkan, saya merekomendasikan serial Amazon Prime yang saat ini menjadi serial mereka yang paling banyak ditonton, The Boys. Dua musim yang sudah mereka rilis (episode terakhir musim kedua mereka baru saja dirilis minggu lalu) adalah dua musim terbaik yang bisa Anda dapatkan dari sebuah serial superhero.
Tapi ini dia yang menarik: The Boys tidak seperti film-film superhero yang biasa kita tonton di bioskop. The Boys lebih ke sebuah satir. Dia adalah versi gila-gilaan dari apapun yang pernah kita lihat di bioskop. Kalau Anda sudah menonton Deadpool atau Logan dan terkejut dengan betapa grafisnya kekerasan yang ada disana, The Boys menaikkan level kegilaan tersebut sampai dua kali lipat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Bahkan dari lima menit pertamanya, The Boys sudah menyatakan bahwa dia akan menjadi tontonan yang gila-gilaan. Premis dari serial ini sesungguhnya sangat sederhana tapi juga lumayan kompleks: bagaimana kalau kita hidup berdampingan dengan superhero sungguhan? The Boys mengambil latar dunia kita, lengkap dengan semua referensi budaya pop saat ini (dari nama selebritis sampai penyanyi yang ada sekarang), tapi hanya saja ada superhero.
Ada sebuah perusahaan bernama Vought yang memiliki icon tujuh pahlawan super. Mereka tugasnya selain menjadi brand ambassador perusahaan tersebut juga benar-benar membela kejahatan. Mereka membunuhi para kriminal (benar-benar dibunuhi, bukan hanya sekedar ditangkap seperti film-film Marvel) dan tampil di film mereka sendiri. Ketujuh superhero ini
adalah Homelander (Anthony Starr) yang memiliki otot baja dan mata laser, Starlight (Erin Moriarty) yang mengeluarkan cahaya dari matanya, Queen Maeve (Diminique McElligott) yang ahli tempur, A-Train (Jessie T. Usher) yang bisa lari secepat kilat, The Deep (Chace Crawford) yang bisa berkomunikasi dengan ikan dan menguasai air, Black Noir (Nathan Mitchell) yang memiliki kemampuan superhuman dan Transluscent (Alex Hassell) yang bisa menghilang.
Dalam dunia The Boys, banyak orang memiliki kemampuan super dan Vought memilih orang-orang terpilih untuk menjadi anggota The Seven. Karena itulah menjadi The Seven menjadi hal yang sangat membanggakan. Selain dielu-elukan semua orang, menjadi anggota The Seven artinya kemakmuran. Di sinilah dilema moral terjadi: apa yang terjadi kalau para superhero ini ternyata tidak sebaik yang kita kira?
Dalam sebuah kecelakaan yang akan membuat Anda terperangah di lima menit episode pertama The Boys, Hugh (Jack Quaid) kehilangan kekasihnya. Marah atas kelakuan superhero yang membuat pacarnya meninggal dunia, Hugh akhirnya bertemu dengan sekelompok orang yang mempunyai misi untuk membuka kedok Vought. Mereka mau menunjukkan ke seluruh dunia bahwa Vought dan semua superhero yang diidola-idolakan semua orang itu adalah orang-orang jahat. Dipimpin oleh Billy (Karl Urban), Hugh akhirnya bertemu dengan MotherΓs Milk (Laz Alonso), Frenchie (Tomer Capon) serta nantinya Kimiko (Karen Fukuhara) yang berani maju ke depan untuk melawan superhero. Tapi bisakah manusia biasa melawan superhero yang sakti mandraguna?
![]() |
Dibuat oleh Eric Kripke dari komik karya Garth Ennis dan Darick Robertson, The Boys adalah sebuah hiburan kelas satu dari awal sampai akhir. Tidak ada satu pun menit yang membosankan dari dua musim The Boys. Setiap menitnya kalau tidak diisi dengan keseruan ya kegilaan. The Boys mungkin terlihat bahwa dia hanya mentereng karena dia berpegang teguh pada elemen shock value dia yang besar. Tapi sesungguhnya, semua kejutan yang dibuat oleh penulis The Boys sudah dirancang dengan baik sehingga semuanya muncul tanpa kesan mengada-ada.
Salah satu alasan kenapa The Boys terasa begitu menyenangkan dan seru adalah karena serial ini mempunyai tempo yang cepat. Semua misi berjalan dengan jelas dan karakter-karakternya mempunyai motivasi yang sangat clear. Bahkan ketika para superhero ini hanya berdebat, The Boys tetap terasa menarik. Apalagi kalau mereka sudah saling perang yang dibuat dalam pengadeganan yang sangat edan, The Boys jadi seratus kali lebih asyik.
Tapi yang paling krusial kenapa The Boys terasa begitu relatable adalah meskipun dia sebuah satir yang sangat keras, pembuat serial ini membuat semuanya terasa grounded. Semuanya masuk akal. Bahkan kalau pun penonton disuguhkan berbagai karakter superhero yang sangat bejat, tidak mempunyai kompas moral dan sangat korup, saya tetap percaya dengan semua adegan yang ada karena tokoh-tokoh seperti itu memang ada di dunia ini. Orang-orang yang mempunyai kekuatan yang besar tapi menyalahgunakannya untuk kepentingan mereka sendiri adalah sesuatu yang kita saksikan sehari-hari.
Yang juga patut dipuji dari The Boys di musim keduanya adalah dia tetap stay grounded dan berhasil melebarkan mitologi dunianya tanpa harus membuatnya menjadi extravaganza. Banyak serial yang sukses di musim pertamanya terobsesi untuk menjadi lebih besar tapi hasilnya biasa saja, seperti Stranger Things misalnya. The Boys disisi lain berhasil mengenalkan drama baru dan karakter baru tapi feelnya masih tetap sama dengan musim pertamanya dan ia tetap terasa dekat.
Selain barisan castnya yang ciamik, presentasi teknis The Boys memang perlu dipuji. Visualnya edan dan musiknya sungguh membantu untuk membuat emosi ini tercabik-cabik. Kalau Anda butuh tontonan yang seru dan membuat Anda berteriak penuh kesenangan, The Boys adalah pilihan yang sangat pas.
Semua hal yang Anda butuhkan dari tontonan keren ada disini. Aksi, petualangan, karakter mesum, komedi yang jenius sampai kekerasan tingkat dewa semuanya ada disini. The Boys adalah prasmanan yang kita semua cintai.
The Boys dapat disaksikan di Amazon Prime
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(doc/doc)