Jika Aditya Novali biasa menggali persoalan arsitektur, politik, dan sosial yang ada di sekitarnya. Giliran sejarah Indonesia digali lebih dalam dalam beberapa karya terbarunya yang dipamerkan di Art Jakarta 2022.
Dia mengambil representasi dari Jakarta sebagai Ibu kota negara Indonesia, lalu mengubahnya menjadi roundtable painting dan dua lukisan plexiglass. Lukisan yang diciptakan tak sekadar karya biasa.
Pria yang mendapat gelar master Conceptual Design di Design Academy Eindhoven, Belanda, itu menuturkan membuat 3 hal tentang Jakarta, yakni peta, bangunan monumen, dan sejarah pergerakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada detikcom, Aditya Novali menceritakan ketika pandemi ia mulai menemukan perspektif terbaru. "Dapat somehow ide dari ruang, waktu, dan manusia, dihubungkan dengan interaksi. Waktu itu berubah, dulu ide aku di-drive oleh political things, setelah pandemi di-drive oleh kesehatan, humanisme, dan bentuk elemennya sama," terangnya saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), akhir pekan lalu.
Dari kota Jakarta, ia mencoba merekam segala hal yang terjadi di Tanah Air.
"Aku akhirnya ketemu konteksnya, bahwa kita tidak bisa menyembunyikan sejarah dan itu akan tetap ada. Jadi tidak bisa disembunyikan," sambungnya lagi.
Ada 3 bagian dalam roundtable painting, di sisi sejarah pergerakan, dia sengaja mengambil dari dekade 1960-an ketika bergejolak di Indonesia. Di dalamnya ada simbol Marsinah, reformasi, Soeharto, Munir, Ahok, sampai gerakan payung hitam yang konsisten demo di depan Istana Negara setiap hari Kamis.
"Sebenarnya aku mau membuat jadi seperti refleksi. Siapapun yang melihat karya ini bakal merefleksikan sejarah," tegas Adit.
"Sejarah akan selalu ada dan tidak bisa disembunyikan," ucapnya memberikan pesan soal ketiga karya terbarunya.
Di samping roundtable painting, ada dua lukisan yang terbuat dari plexiglass dan mendapat visual yang berbeda.
Menurut Adit, sekarang masyarakat Indonesia berjuang dengan dirinya sendiri dan jagat maya melalui media sosial yang dimiliki.
"Kita berusaha untuk tampil berbeda, kita menganggapnya dengan persepsi berbeda, asculpture of the perseption," tukasnya.
Baca juga: Aditya Novali 'Pulang Kampung' ke Solo |
Aditya Novali awalnya berkarya melalui medium lukisan. Tapi setelah mempelajari arsitektur, dia juga berkarya melalui berbagai medium benda. Pada pameran seni 'NGACO: Solution for Nation, Aditya memilih karya dengan medium berupa alat-alat bangunan.
Alat-alat tersebut dibuat dengan standar yang tidak teratur. Menurutnya, karya tersebut merupakan parodi dari bagaimana negara ini dibangun yaitu tidak teratur, namun pada akhirnya tetap bertahan.
(tia/dar)