Tromarama Eksis Populerkan Teknologi di Karya-karyanya

Spotlight

Tromarama Eksis Populerkan Teknologi di Karya-karyanya

Tia Agnes - detikHot
Selasa, 07 Des 2021 17:02 WIB
Tromarama
Tromarama berada di karya seni instalasi The Lost Jungle atau Hutan yang Hilang di Museum MACAN.Foto: Courtesy of Museum MACAN
Jakarta -

Televisi, internet hingga teknologi media menjadi pangan sehari-hari dari generasi yang hidup di abad ke-20. Tromarama juga merasakan hal yang sama dengan keberadaan teknologi.

Tak dipungkiri ketika membuat karya seni, Tromarama selalu memainkan teknologi menjadi fokus terpenting. Bahkan new media art menjadi napas dari berkarya.

Meski bagi masyarakat umum ada saja pandangan miring tentang karya seni yang penuh dengan teknologi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seni itu adalah perpanjangan artikulasi dari hal yang kami alami sehari-hari. Buat kami, konsekuensi logis kalau teknologi menjadi menu utama di karya-karya kami," tutur salah satu anggota Tromarama, Herbert Hans kepada detikcom di Museum MACAN saat media tour ruang seni anak The Lost Jungle pada Jumat (3/12/2021).

Menurut Herbert Hans, ketiga seniman di Tromarama tumbuh dan besar dengan televisi, internet, maupun teknologi media.

ADVERTISEMENT
TromaramaTromarama Foto: Courtesy of Museum MACAN

"Itu yang kami makan sehari-hari dan itu yang kami konsumsikan sehari-hari. Meski kembali ke apresiasi masing-masing ya. Buat kami ini yah kesenian kami. Jalan kesenian kami, medium yang paling dekat buat kami," lanjutnya.

Tromarama kerap menghadirkan persepsi antara dunia fisik dan virtual di era digital. Mereka tertarik pada ide tentang hiperrealitas di era digital.

Karya-karya Tromarama banyak menggabungkan sejumlah medium seperti video, instalasi, pemrograman komputer, dan partisipasi publik dalam jaringan. Praktik artistik Tromarama mengeksplorasi konstruksi sosial yang merespons terhadap waktu, bermain dengan ruang di antara dunia fisik dan digital.

Seperti dalam The Lost Jungle yang sedang dipamerkan di Museum MACAN hingga Mei 2022, mereka menghadirkan realitas semu dari hutan virtual bersama makhluk-makhluk imajiner buatan pengunjung. Serta software data cuaca yang melengkapi keadaan di dalam hutan.

Atau karya seni instalasi Solaris yang menggabungkan data cuaca dengan format games. Tromarama juga pernah memboyong karyanya 'Beta' ke ajang Paris Internationale 2019 yang dibawa oleh ROH Projects.

(Baca halaman berikutnya soal Tromarama)

Karya seni instalasi site-spesifik berjudul Beta itu menghadirkan instrumen yang memerintahkan anak-anak untuk bermain sesuai kurikulum nasional. Instrumen digantung di langit-langit dan ada notasi dari lagu 'Berkibarlah Benderaku'.

Febie Babyrose pun menimpali, "Sebenarnya selama ini karya-karya Tromarama secara keseluruhan suka membicarakan soal realitas online dan offline. Tentang representasi dan presentasi, orang-orang sering mengalami representasi di layar yang dimediasi oleh teknologi dibandingkan dunia nyata seutuhnya."

Main-main di 'Hutan yang Hilang' Museum MACANMain-main di 'Hutan yang Hilang' Museum MACAN Foto: Courtesy Museum MACAN

Sejak 2015, lanjut Febie, sampai sekarang pembahasan itu yang diusung dalam setiap karya yang dibuat oleh Tromarama.

"Karya kita sebelumnya Solaris juga berhubungan dengan keadaan saat ini. Anak-anak bahkan orang dewasa sering dimediasi oleh teknologi, sebut saja ketika kita memakai Google Maps atau melihat perkiraan cuaca," pungkasnya.



Simak Video "Video: Perupa Thailand Korakrit Arunanondchai dan Karyanya di Museum MACAN"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads