Ketika kuliah lagi, Abenk mengambil jurusan Filsafat Timur dan merasakan konsep dan proses yang lebih matang.
"Sufi Hazrat Inayat Khan jadi salah satu bahan dari tesis gue. Buku itu juga jadi sumber saya. Saat mulai melukis lagi, gue mengambil buku ini lagi dan akhirnya memberikan jawaban hubungan antara visual, musik, dan suara," ujar Abenk ketika mengobrol di RUCI Art Space, Jakarta Selatan, pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tadinya, kata Abenk, dia ingin memisahkan dua bidang antara musik dan visual. Ternyata tidak ada pemisahan antara dua ranah tersebut.
![]() |
"EP yang lagi gue persiapkan sebenarnya adalah sebuah kecelakaan. Gue nggak pernah merencanakan untuk mengeluarkan karya musik dalam waktu dekat, karena mau fokus melukis. Tapi lukisan itu menginspirasi gue untuk membuat lagu dan terinspirasi lagi bikin lukisan, dan begitu seterusnya," kata Abenk.
Dari pencarian soal konsep dan proses dalam berkarya, dia menemukan metode 'fastline' yang selama ini digarap Abenk. Metode yang dalam bahasa Indonesia berarti 'garis cepat' itu kian mantap serta dipengaruhi oleh buku-buku karya Hazrat Inayat Khan.
"Fastline dan karakter dalam lukisan saya sebenarnya itu dua entitas yang berbeda dan belum menemukan caranya. Di seri ini saya menemukan cara untuk mengeblend jadi satu komposisi karya," pungkasnya.
Bagaimana kelanjutan metode 'fastline' yang berhasil dimatangkan oleh Abenk? Simak artikel berikutnya!