Cerita Didik Nini Thowok Rumahkan Karyawan hingga Maksimalkan YouTube

Cerita Didik Nini Thowok Rumahkan Karyawan hingga Maksimalkan YouTube

Pradito Rida Pertana - detikHot
Kamis, 28 Mei 2020 14:45 WIB
Didik Nini Thowok
Foto: Didik Nini Thowok (Hitoshi Furuya)
Yogyakarta -

Pandemi COVID-19 membuat penari dan koreografer kondang asal Yogyakarta, Didik Nini Thowok, terpaksa merumahkan semua karyawannya. Saat ini, dia tengah fokus untuk mengisi konten YouTube demi mendulang pendapatan.

Pria berusia 66 tahun ini menjelaskan, selama pandemi ini tidak ada pemasukan menggaji karyawannya. Mengingat sanggar milik Didik berbentuk perusahaan perorangan, sehingga setiap bulan dia harus menggaji karyawannya.

"Karena di sanggar saya itu kan sudah mulai tahun 1987 menjadi seperti perusahaan perorangan. Jadi karyawan yang kerja di sanggar saya itu digaji UMR, ada atau tidak ada job tetap digaji," ucapnya kepada detikcom, Kamis (28/5/2020).

Selain gaji UMR, Didik juga harus membayar uang lembur, uang makan, BPJS hingga tunjangan lain kepada karyawannya. Namun, karena sepinya job membuat dia terpaksa merumahkan semua karyawannya.



"Kalau kemarin-kemarin kan job itu kan istilahnya mengalir sehingga bisa untuk membayar karyawan. Lha kalau sekarang kan sepi jadi yo tidak bisa bayar karyawan sama sekali," ujarnya.

Didik Nini ThowokDidik Nini Thowok Foto: Istimewa/ Kulfest 2017



"Setengah mati sekarang saya mas, dan terpaksa semua karyawan dirumahkan dulu. Kemarin (karyawan) tetap ada kontrak kita hanya gaji 50 persen," imbuh Didik.

Didik mengaku memiliki 9 karyawan dan saat ini ada 2 driver yang memutuskan untuk keluar. Karena itu, jumlah karyawannya saat ini tinggal 7 orang.

"Apalagi pengeluaran untuk 9 orang itu berapa, listrik, internet dan telepon dalam sebulan itu bisa sekitar Rp 4 juta, belum untuk gaji karyawan. Jadi kalau saya sebulan tidak punya pemasukan Rp 30-35 juta tidak bisa membayar karyawan mas, jadi saya benar-benar colapse," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Lanjut Didik, karyawannya telah dirumahkan sejak akhir bulan Maret karena tidak ada pemasukan. Meski diakuinya hingga bulan April dia masih bisa memberi uang hasil dari proyek Direktorat Jenderal Kemendikbud RI.

"Mulai akhir Maret, kalau tidak salah terakhir 25 Maret. Tapi beberapa kali mereka diundang ke kantor pas dapat proyek dari Dirjen Kebudayaan, karena ada 6 paket proyek daring, jadi 6 kali show sebulan sampai April dan sampai Mei ini belum ada lagi," kata Didik.

Menyikapi kondisi tersebut, Didik mengaku sempat meminta bantuan kepada rekan dan koleganya untuk menghidupkan seni pertunjukan. Mengingat sanggar miliknya telah berbentuk perusahaan perseorangan dan harus membayar karyawan setiap bulannya.



"Saya sampai minta bantuan teman-teman luar negeri dan dalam negeri, saya terus terang saya tidak malu (meminta) karena situasinya seperti ini dan beruntung mereka mau membantu," ujarnya.

"Mungkin banyak yang berpikir punya mas Didik sudah besar, sudah sukses tidak perlu dibantu. Tapi mereka tidak ngerti sistem di kantor saya seperti apa, pikirnya mereka kan seperti sanggar tari yang umum yang tidak membayar penari setiap bulan, padahal setiap bulan mereka saya bayar," lanjut Didik.

Kendati demikian, Didik tak patah semangat dan saat ini berencana mengaktifkan lagi akun YouTube miliknya untuk mendapatkan pemasukan. Apalagi, akun YouTube tersebut sudah aktif sejak tahun 2008 dan memiliki subscribers sebanyak 21 ribu.

"Saya dengan tim yayasan mau mengaktifkan YouTube, itu kan relatif yang terlibat orangnya tidak banyak dan istilahnya kita tinggal bagaimana membuat konten-konten yang menarik, lagi mau menggarap itu. Pekan ini kita mulai meeting dan membuat tim untuk mengaktifkan itu," katanya.


Hide Ads