Selama dua minggu para seniman dari Jepang, Sri Lanka, dan seniman dari Teater Garasi Yogyakarta tinggal bersama. Mereka berkolaborasi dengan 10 seniman Flores Timur untuk menciptakan karya.
Selama rentang waktu tersebut, dalam keterangan yang diterima detikHOT, ada dua isu yang diusung yakni 'ketakutan/kecemasan' dan 'mobilitas/imobilitas'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masing-masing seniman melakukan pembacaan atas naskah Peer Gynt dalam memasuki dunia yang sedang berubah. 'Dunia baru' membuka mobilitas dan keterhubungan baru untuk menciptakan reaksi penuh kecemasan dan rasa takut," tulis keterangan pers yang diterima detikHOT.
Naskah Peer Gynt dianggap mampu menunjukkan rumitnya antara adat lama, budaya, negara modern, dan agama. Dialog-dialog tersebut yang ada di Flores Timur saat ini.
Disutradarai oleh Yudi Ahmad Tajudin bersama Ugoran Prasad sebagai dramaturg, para seniman Teater Garasi yang terlibat adalah MN Qomaruddin, Arsita Iswardhani, Gunawan Maryanto, dan Ignatius Sugiarto.
Seniman dari Flores Timur ada Silvester Petara Hurit (Nara Teater), Inno Koten (Sutradara dan penulis naskah), Dominikus Dei (Sanggar Mura Lewo), Lidvina Lito Kellen (Sanggar Sasong Lureng), Aloysius Wadan Gawang (Sanggar Lodan Doro), Veronika Ratumakin (Sanggar Sina Riang), Stanley Tukan (Perupa), Philipus Tukan (Perupa), Magdalena Oa Eda Tukan (Nara Teater),Rusmin Kopong Hoda (Seniman Gambus), dan Beatrix Tukan (Perancang Kostum).
Serta dari Takao Kawaguchi, Micari Fukui, Yasuhiro Morinaga (Jepang), Venuri Perera (Sri Lanka), dan Nguyen Manh Hung (Vietnam).
(tia/dar)