Pameran proyek seni perempuan perupa kembali diselenggarakan tahun ini oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Enam seniman perempuan membicarakan persoalan hijab dan hal-hal yang ada di baliknya ke dalam karya seni instalasi yang baru saja dibuka semalam.
Memasuki tahun keempat penyelenggaraan, kurator Angga Wijaya menuturkan setiap tahunnya Komite Seni Rupa DKJ ingin menelisik isu-isu sosial yang ada.
"Selama 4 tahun ini rangkaiannya berkaitan dengan isu sosial perempuan. Di awal tentang Dharma Wanita di era Orde Baru, soal mekanisme kuasa di penjara perempuan, soal buruh, dan sekarang jilbab. Kami merasa sangat penting untuk berpihak pada perempuan," ujar Angga di sela-sela pembukaan di Galeri Cipta II, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), semalam.
![]() |
Dia pun menambahkan, " Lewat jilbab ingin melihat gimana konstruksi perempuan, membingkai secara kultural. Isu ini jadi sebuah pengetahuan."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti perupa Ferial Afiff (Yogyakarta) yang tak bisa lepas dari pengalaman pribadinya dengan jilbab dan karyanya terinspirasi dari sosok Rabi'ah al-Adawiyah. Ia menghadirkan belasa lilin berukuran besar yang dikaitkan satu sama lain dengan benang.
Ratu Rizkitasari Saraswati (Bandung) menelusuri makna warna dalam perkembangam jilbab. Pakaian muslimah tidak selalu identik dengan warna hitam maupun putih, warna pun menjadi pilihan personal. Karya instalasinya menyajikan lukisan pada kain yang dibentangkan dan digantung di bagian tengah Galeri Cipta II. Unik!
Dian Suci Rahmawati pun melihat pengguna jilbab di wilayah rumahnya sehari-hari. Ibu-ibu yang berada di ruang domestik menggunakan jilbab secara situasional dan lewat 'Ageming Arti' karyanya dilukis pada kain jilbab.
![]() |
Ada lagi Ipeh Nur asal Yogyakarta yang melihat modifikasi busana pengantin Jawa Muslim terbentuk karena jilbab. Di satu sisi adalah bentuk kepatuhan agama dan sisi lainnya terhadap adat istiadat.
Lulusan ISI Yogyakarta ini menyajikan 'Borderless' lukisan pada kulit kambing menggunakan cat arkilik. Berbagai simbol adat Jawa dan fenomena jilbab di baliknya patut ditelusuri secara pelan-pelan.
Selain itu, Dyantini Adeline menyoroti aspek ekonomi jilbab yang tak lagi sekadar penutup aurat tapi menjadi komoditas bisnis menggiurkan. Serta Lala Bohang yang menghadirkan fenomena jilbab di sebuah ruang pengalaman personal. Lewat sensor yang ada dalam instalasi 'Unbothered' , pengunjung bisa masuk ke dalamnya dan mendapati lampu yang hidup lalu mati sesuai dengan sensor gerak.
"Karena temanya jilbab saya nggak mau menghadirkan image atau teks apapun tapi ruang personal dan memberikan pengalaman tersendiri pada pengunjung," katanya.
Pameran berlangsung pada 17-30 Oktober 2018 di Galeri Cipta II, TIM.