Hal tersebut nyatanya, menurut Joko Anwar, tidak diperlukan dan malah akan membuat kemunduran terhadap industri film nasional terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namanya polisi proteksi tidak akan berhasil di film karena kalau misalkan ada kuota di film Indonesia itu akan membuat filmmaker-filmmaker yang busuk busuk itu akan bikin film seadanya untuk memenuhi kuota," ujar Joko Anwar pada detikHOT dihubungi melalui sambungan telepon, baru-baru ini.
"Kalau misalkan (film) kita mau bertahan, kita harus membuktikan dan terbuka untuk bersaing dengan film Hollywood," jelasnya lagi.
Di tambah lagi menurut Joko Anwar, persaingan kini sudah lebih terbuka. Sebab, para penikmat film kini dapat menonton film dimana pun tanpa harus pergi ke bioskop. Hal itu pula yang membuat proteksi berupa pembatasan ataupun kuota malah akan berakhir sia-sia dan cenderung berbahaya.
Baca juga: Empat Film Berbahasa Jawa di Pentas Dunia |
"Karena sekarang platform untuk akses film itu udah macem-macem bukan cuma bioskop tapi juga platform streaming, jadi kalau misalkan kita diproteksi dikasih tempat spesial, kita nggak akan bisa bersaing itu mematikan industri film Indonesia. Itu nggak boleh namanya kuota atau segala macem. Forget about it, it's very dangerous," tuturnya.
Joko Anwar pun berpendapat, sudah seharusnnya penikmat film dibebaskan untuk menerima film dari mana pun. Nantinya pasar akan memilih, film mana yang memenuhi kualitas untuk mereka tonton.
"Harus diserahkan ke pasar, jaman sekarang film Indonesia udah menguasai kok kalaufilmnya disukai dan bagus," katanya. (srs/wes)