Untuk pertama kalinya, Jogja Artweeks digelar tahun ini. Perayaan seni yang menjadi bagian dari agenda tahunan seni rupa terbesar di Asia Tenggara diselenggarakan bersamaan dengan ART|JOG pada 9 Juni-27 Juni 2015.
Jogja Artweeks yang memiliki tema 'Embrace! Past & Future At Present' digagas bersama dengan sekelompok relawan di Yogyakarta. Tujuannya untuk mengajak para seniman terlibat pada gerakan baru.
Baca Juga: Tiga Penulis Indonesia Unjuk Gigi di London Book Fair 2015
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karya seni yang lolos kurasi akan ditampilkan di Pusat Kesenian Koesnadi Hardjasoemantri (PKHH) Bulaksumur, Universitas Gajah Mada (UGM) pada 9 hingga 27 Juni. Waktunya bertepatan dengan penyelenggaraan Art|JOG 2015.
Selama proses kreatif pembuatan karya, Jogja Artweeks juga melakukan kegiatan promosi karya, yang disebut sebagai artwork journal, yaitu melakukan dokumentasi dan promosi proses kreatif pembuatan karya tersebut. Dokumentasinya dipublikasikan melalui blog, akun Twitter, Instagram, dan Web-Journal resmi Jogja Artweeks yakni www.jogartjournal.net.
Informasi selengkapnya bisa dilihat http://beranda.jogart.net.
The Arts Desk also found fault with Deborah Warner's production, saying it is "peppered with problems" that include a "lack of clarity" and "monochrome pace".
"As a meditative lament on this human tragedy, Between Worlds succeeds," wrote Jessica Duchen.
"But as a metaphysical drama of the day itself, there is more to question, and much to clarify."
Between Worlds, the second ENO production to be co-commissioned by the Barbican after 2013's Sunken Garden, runs until 25 April.
It is the first opera to be written by Davies, a previous winner of the BBC's Young Composers' Competition who has written works for the LSO, the City of London Sinfonia and the BBC Symphony Orchestra.