Pembunuh bayaran dalam The Killer, film terbaru David Fincher, tidak bernama. Ia menggunakan berbagai paspor dengan nama-nama baru seperti Sam Malone, Robert Hartley, Lou Grant, Archibald Bunker, Felix Unger bahkan Oscar Madison. Tapi tidak ada satu pun karakter dalam film ini yang menyebutkan nama aslinya. Mungkin kita sebagai penonton memang tidak perlu tahu karena itu tidak penting. Yang penting adalah menyaksikan apa yang terjadi setelah si pembunuh bayaran gagal melaksanakan tugasnya.
The Killer dibuka dengan situasi yang terlalu tenang. Dalam narasinya, si pembunuh bayaran bermonolog tentang pekerjaannya. Bahwa dia selalu melenyapkan empati saat mengerjakan tugasnya. Kepentingan untuk antisipasi dan tidak berimprovisasi. Dan bahwa kalau Anda tipe pembosan, pekerjaan ini tidak akan cocok dengan Anda. The Killer menghabiskan sekitaran 20 menit untuk melihat bagaimana si karakter utama bekerja. Ia observasi, makan fast-food dengan tatapan mengintai dan selalu siap siaga. Tapi bahkan dengan pengalaman kerja yang luar biasa dan track record yang tidak main-main, untuk pertama kalinya si pembunuh bayaran gagal melakukan pekerjaannya.
Yang terjadi berikutnya adalah sekumpulan "bab" tentang bagaimana si pembunuh bayaran melakukan tugasnya setelah kekacauan yang ia buat di Paris. Ketika pacarnya menjadi efek samping atas kegagalannya, si pembunuh bayaran akhirnya "membalaskan" dendam menggunakan teknik yang ia gunakan selama ini sebagai mata pencaharian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kalau Anda tidak familiar dengan nama David Fincher, The Killer tetap tontonan yang menarik karena meskipun film ini memiliki resep yang sama dengan hampir semua film balas dendam yang melibatkan seorang "profesional", film ini dipersembahkan dengan presentasi teknis diatas rata-rata. Setiap sekuens dibuat dengan menarik, setiap gerakan kamera memiliki fungsi dan tidak ada satu pun menit yang terbuang percuma karena editingnya sangat lincah.
Kalau Anda mengenal nama David Fincher, The Killer harus menjadi tontonan wajib Anda karena yang satu ini adalah pengobat rindu bagi Anda pecinta film-film Fincher yang "ringan" seperti The Game atau Panic Room. Kalau Anda sedikit kecewa dengan proyek "serius" David Fincher sebelumnya (Mank), The Killer akan mengajak Anda untuk "berpetualang" dengan sangat menyenangkan. Semua yang Anda kangeni dari Fincher ada disini: framing yang presisi, akting yang top notch dan humor gelap yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Diadaptasi oleh Andrew Kevin Walker (penulis skrip Se7en) dari komik karya Alexis Matz Nolent dan Luc Jacamon, The Killer adalah sebuah B-Movie yang terlihat sederhana. Tapi tentu saja bukan Fincher kalau ia tidak bisa membuat plot B-Movie menjadi sesuatu yang menarik. Seperti halnya Panic Room yang diatas kertas saja terlihat sederhana tapi secara presentasi sangat rumit dan stylish, The Killer juga sama. Karakternya tidak mempunyai kompas moral dan luar biasa dingin (agak mengingatkan saya akan Lisbeth Salander dalam The Girl With The Dragon Tattoo). Tapi narasi yang dia keluarkan kadang-kadang menjadi ironi. Tidak membantu juga bahwa Fincher menaruh The Smith sebagai soundtrack si tokoh utama melakukan tugasnya. Humor kelam inilah, ditambah kemampuan Fincher untuk membuat semuanya terlihat sinematik, membuat The Killer lebih dari sekedar film tentang pembunuh yang balas dendam.
Secara tempo, The Killer memang sengaja mempermainkan penonton sebelum film ini berlari secepat kilat. Butuh beberapa waktu untuk saya menikmati editing yang terasa ganjil. Tapi begitu The Killer menekan pedal gasnya, film ini benar-benar membuat saya terkesima dengan apa yang saya lihat di layar. Dari "bab" ke "bab" berikutnya, The Killer begitu melenakan. Fincher bersama editor Kirk Baxter memiliki kemampuan yang baik dalam membuat adegan yang tegang tanpa menampilkan apa-apa yang dramatis.
Banyak yang berargumen bahwa karakter utama The Killer bisa jadi adalah alter ego Fincher di dunia nyata. Mereka mempunyai banyak kesamaan dalam bekerja, satu diantaranya adalah menjadi perfectionist. Entah ini disengaja atau tidak tapi yang jelas Fincher menemukan manekin yang tepat untuk memerankan karakter yang "kosong" ini di Michael Fassbender. Lama absen main film untuk mengejar passion-nya sebagai pembalap, Fassbender bisa mengisi keheningan hanya dengan tatapan matanya. Bisa dibilang seperempat awal film The Killer adalah sebuah film bisu dan Fassbender bisa menyampaikan apapun yang film ini coba sampaikan hanya dengan tatapan matanya.
Barisan aktor lain yang kurang begitu terkenal juga sama meyakinkannya. Dari Charless Parnell, Arliss Howard sampai Kerry O'Malley mendapatkan jatahnya untuk adu tanding dengan Fassbender. Tapi mungkin Tilda Swinton yang mendapatkan jatah daging agak banyak. Dan karena dia adalah Tilda Swinton, ia bisa menggunakan screen time-nya yang tidak banyak menjadi luar biasa efektif dan berkesan.
The Killer mungkin tidak akan menjadi film Fincher yang akan diingat sepanjang masa. Jatah itu sudah diambil oleh Se7en, Fight Club, Zodiac, The Social Network dan mungkin Gone Girl. Tapi The Killer tetap sebuah tontonan yang tidak dilewatkan. Film ini adalah sebuah pengingat yang baik bahwa ada perbedaan antara sutradara biasa dan maestro seperti David Fincher.
The Killer dapat disaksikan di Netflix.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(tia/tia)