Tak lama setelah tulisan tersebut muncul kita langsung bertemu dengan Adam versi dewasa (Ryan Reynolds) yang sedang dikejar-kejar oleh penjahat. Penonton tahu bahwa mereka adalah penjahat karena mereka tak pernah berhenti menembaki pesawat si Adam dewasa. Adam kemudian loncat waktu dan akhirnya menghilang di tengah kegelapan angkasa.
Di masa sekarang, kita bertemu dengan Adam versi kecil (Walker Scobell). Bentukannya sama sekali tidak mirip dengan Adam versi dewasa yang ganteng dan berotot. Tapi mereka mempunyai satu kesamaan: mulutnya tidak pernah berhenti nyeletuk dialog-dialog kocak. Adam versi kecil sedang berduka karena belum lama ini ayahnya meninggal dunia. Dengan mulutnya yang selalu ngoceh dan fakta bahwa dia menderita asthma, tidak mengherankan kalau dia menjadi korban bully.
Kemudian malam itu Adam versi kecil mendengar sesuatu yang menghebohkan. Anjingnya terus-terusan menggonggong dan akhirnya di gudang, ia menemukan seorang lelaki dewasa berdarah-darah yang ternyata adalah dirinya sendiri beberapa puluh tahun kemudian. Sekarang keduanya berkolaborasi untuk menyelamatkan masa depan.
The Adam Project bukan film yang sepenuhnya buruk meskipun rasanya hambar dan generik. Bahkan jika dibandingkan dengan film-film sejenis yang dirilis oleh Netflix, film ini masih jauh lebih menghibur dan punya daya tarik tersendiri. The Adam Project adalah jenis film yang menyenangkan untuk ditonton tapi satu jam setelah Anda menonton filmnya, Anda mungkin akan lupa dengan plot-nya. Banyak hal yang terlalu generik sehingga ia tidak memiliki kepribadian yang jelas. Kalau Anda pernah menonton film-film Ryan Reynolds lain (Reynolds membintangi dua film Netflix original lain yaitu 6 Underground dan yang baru rilis beberapa waktu lalu, Red Notice), Anda akan paham dengan tone komedi yang ada di film ini. Sudah pasti akan ada dialog-dialog sarkas dan one-liner lucu di setiap adegan genting.
![]() |
Sebenarnya tidak ada masalah juga kalau misalnya The Adam Project tidak memiliki sesuatu yang fresh. Sudah tidak ada lagi ide original di dunia ini. Tapi masalahnya adalah skrip film ini (skripnya ramai-ramai ditulis oleh Jonathan Tropper, T.S. Nowlin, Jennifer Flackett, Mark Levin) terlalu sibuk untuk pamer adegan-adegan yang bombastis daripada fokus dengan tema dan momen jujur yang menyentuh. Bagian terbaik dari The Adam Project sebenarnya ada di adegan sederhana seperti Adam dewasa bertemu dengan ibunya, Ellie (Jennifer Garner), dan mereka berbicara lumayan dalam soal rasanya kehilangan. Kalau saja Levy mau "ngerem" sebentar dan membiarkan filmnya untuk istirahat sebentar lalu mengijinkan karakternya untuk benar-benar sharing perasaan mereka yang dalam, The Adam Project mungkin beneran akan menyentuh seperti film-film yang menginspirasinya.
Yang juga mungkin akan mengurangi kenikmatan saat menonton The Adam Project mungkin adalah minusnya rasa tegang, sesuatu yang harusnya membuat cerita seperti ini menjadi lebih nendang. Levy sudah membuka film dengan adegan peperangan dan mengatakan bahwa masa depan di tahun 2050 seperti "film Terminator" tapi tak pernah sekali pun pembuat filmnya memberikan visual kepada penonton sebenarnya apa yang terjadi. Bagaimana penonton (dan harusnya Adam versi kecil) bisa peduli atau tahu seberapa penting misi perjalanan lintas-waktu ini kalau kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi? Minusnya rasa tegang dan rasa bahaya ini yang membuat The Adam Project menjadi kurang menggigit. Sepanjang film berjalan, saya jadi selalu yakin kalau semua karakter utama akan selamat dan hidupnya akan aman-aman saja.
Agak disayangkan The Adam Project tidak memiliki skrip yang lebih baik karena Reynolds dan Sciobell memiliki chemistry yang sangat baik. Reynolds dan Garner juga sharing adegan yang menyentuh walaupun cuman satu adegan. Dan momen Reynolds dengan bapaknya, Louis Reed (Mark Rufallo), di akhir film juga mengharukan.
Sebagai sebuah hiburan akhir pekan bersama keluarga, The Adam Project memang bukan film yang buruk. Sebagai produksi Netflix, film ini dipresentasikan dengan audio visual yang baik. Tapi tetap saja, kalau saja kita bisa mundur ke masa lalu untuk ngasih tahu ke pembuat film ini bahwa di dalam The Adam Project ada cerita yang jauh lebih menarik daripada sekedar travel back in time untuk menyelamatkan dunia.
The Adam Project dapat disaksikan di Netflix.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International. (dar/dar)