'Juara': Menghibur dengan Nilai-nilai Keluarga dan Cinta

'Juara': Menghibur dengan Nilai-nilai Keluarga dan Cinta

Shandy Gasella - detikHot
Selasa, 19 Apr 2016 14:36 WIB
Foto: -
Jakarta -

Sudah lama rasanya saya merindukan film nasional yang cakap, dibuat tanpa mengesampingkan faktor artistik, dibekali skenario yang baik, dan ditangani oleh sutradara dengan craftmentship di atas rata-rata. Dan, ini yang paling penting, filmnya penuh akan unsur hiburan. Saya selalu rindu film semacam ini untuk hadir di tengah-tengah kita. Tidak sering film sejenis ini hadir, film yang dapat dinikmati oleh segenap anggota keluarga, film untuk konsumsi semua umur yang memang dibuat untuk mengajak kita melarikan diri sesaat dari rutinitas sehari-hari, lantas kita dibuat terlena dan bersama-sama ikut merayakan film.

'Juara' garapan Charles Gozali ('Nada Untuk Asa', 'Finding Srimulat') membuat hati saya senang. Film ini dipenuhi innocence, harapan, dan keriaan. 'Juara' bercerita soal nilai-nilai keluarga dan cinta. Beberapa orang tercengang ketika saya menjelaskan filmnya seperti ini: tentang anak cowok kuliahan yang di-bully oleh seniornya lantaran main embat cewek orang, ia lemah tak kuasa untuk melawan, hingga ia kemudian mendapatkan bantuan dari arwah gentayangan yang hanya dapat dilihat dan diajak bicara oleh dirinya, si arwah ini, dengan cara merasuki tubuhnya, dapat membuatnya berubah menjadi jagoan ahli silat yang tak terkalahkan. Penjelasan saya membuat film ini terdengar seperti kombinasi film 'The Sixth Sense' ketemu 'Si Djampang'.

Jagoan kita di film ini adalah Bisma, diperankan oleh Bisma Karisma, anggota boyband SM*SH, dalam penampilan debut -- dari penyanyi yang mencoba berkiprah ke dunia film -- yang paling cemerlang yang pernah saya saksikan di industri perfilman Indonesia kontemporer. Ia tak terlihat seperti penampil alumni kelas akting profesional (bila di Indonesia memang ada kelas akting profesional), Bisma tampil natural, ia mampu membawakan perannya sebagai anak mama yang bandel, tengil, bernyali, juga baik hati dan tidak sombong ke level yang masuk di akal (dapat diterima nalar).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisma mampu mengimbangi akting Cut Mini Theo ('Laskar Pelangi'), satu dari sedikit aktris terbaik yang dimiliki negeri ini, dalam salah satu penampilan terbaiknya. Menyaksikan Cut Mini Theo dalam perannya sebagai Sarah, orang tua tunggal Bisma, di film ini membuat saya merasa seperti diingatkan kembali akan cinta kasih seorang ibu dan nilai-nilai keluarga dalam cara yang tak menggurui. Duo penulis naskah Charles Gozali dan Hilman Hariwijaya (pengarang serial 'Lupus') tahu betul seputar isu keluarga hubungan ibu-anak yang mereka angkat ke dalam film, lantas dengan jeli menyajikannya sebagai kisah yang sarat emosi. Menyaksikan Cut Mini Theo memerankan seorang ibu yang penuh kasih sayang dalam kapasitas akting yang ia tunjukkan; tak terkesan dibuat-buat, wajar, namun juga kuat, membuat jiwa anak mama dalam diri saya serasa ingin berontak dan minta disayang-sayang seperti ia menyayangi si jagoan kita.

Dalam beberapa aspek penulis naskah berhasil menciptakan karakter-karakter di film ini tampil likeable, seperti Bisma (tentu saja), Sarah, Karisma (Tora Sudiro, 'Quickie Express'), Mo (diperankan komika Mo Sidik), hingga karakter love interest Bisma; Bella (Anjani Dina, '7 Hari Menembus Waktu', 'Relationshit'). Sayang, karakter lain seperti Attar (Ciccio Manassero, 'Cabe-cabean', 'Kesurupan Setan') si bad boy, beserta dua kroconya, Egi (Qausar Harta Yudhana) dan Boy (Arthur Stefano) ditulis seolah dengan kurang kesungguhan, kontras dengan para karakter baik di film ini, ketiga karakter ini kompak tampil satu-dimensional, karikatural, terlebih Ciccio Manassero yang berakting tipikal kelas pemain sinetron kejar tayang, ia berhasil membuat saya beberapa kali memalingkan muka manakala ia tampil mengisi layar. Begitu pun dengan Qausar Harta Yudhana yang sempat memukau lewat 'Jingga', kali ini ia tak meninggalkan kesan apa-apa. Sayang potensinya tersia-siakan begitu saja, padahal, sebagai aktor yang jauh lebih baik, akan sangat menarik bila Qausar yang berperan sebagai Attar.

Tapi, mari kita lupakan soal Ciccio Manassero yang menjadi satu-satunya cela di film ini, manakala kita menyaksikan suguhan drama, komedi (mana tepuk tangannya untuk Mo Sidik?), dan adegan laga di film ini, kita bakal terhanyut ke dalam cerita. Satu adegan komedik favorit saya di film ini adalah, ketika Bisma dari atas balkon rumahnya memanggil-manggil si Mo yang sedang makan bakso di halaman depan rumah, mendengar ada suara yang memanggil namanya, Mo bertingkah seolah mendengar bisikan setan. Saat tahu yang memanggilnya adalah Bisma yang berdiri persis di atasnya, ia berkata begini, "Capek gue ngomong sama lo, atas-bawah begini, pegel, kayak lagi nonton bioskop di barisan paling depan!"



Penghormatan setinggi-tingginya kepada Charles Gozali yang mampu menghadirkan adegan-adegan kelahi dengan koreografi yang bukan main, dan Charles mampu meyakinkan kita bahwa Bisma Karisma melawan Cecep Arif Rahman bisa terlihat begitu berbahaya seperti Iko Uwais lawan musuh-musuhnya dalam 'The Raid'. Cuma sedikit disayangkan, durasi berantemnya kurang panjang.

Bagaimanapun, 'Juara' berhasil sebagai film drama (keluarga), sebagai film romansa yang imut menggemaskan, sebagai film komedi, juga sebagai film aksi yang mendebarkan, dan di penghujung film, ketika lampu bioskop dinyalakan, saya melihat wajah-wajah penuh keriangan.

Shandy Gasella pengamat perfilman Indonesia

(doc/doc)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads