Kini, enam tahun setelah 'Terminator Salvation' rilis, Paramount kembali dengan 'Terminator: Genisys' yang diharapkan bisa memperbaiki mimpi buruk versi McG tersebut. James Cameron sendiri dalam promonya memberikan restu bahwa film ini bisa dianggap sebagai seri ketiga dari trilogi resmi setelah kekacauan 'T3' dan 'Terminator Salvation'. Kali ini, sutradara 'Thor: The Dark World' Alan Taylor mendapatkan kehormatan untuk menjalankan nahkoda franchise ini.
Alkisah, pada 2029 Bumi sepenuhnya dikuasai oleh para robot. Manusia berfungsi seperti kecoa. Sementara itu para pemberontak, yang dipimpin oleh John Connor (Jason Clarke), berusaha keras untuk melawan para robot. Salah satunya adalah menerobos markas Skynet kemudian menggunakan senjata rahasianya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata di tahun 1984 Sarah sudah bersiap. Kedatangan si T-800 termasuk Kyle sudah dipersiapkan. Yang tidak Reese ketahui adalah hubungan Sarah dengan si terminator (Arnold Schwarzenegger) yang ternyata baik-baik saja. Ketiganya pun akhirnya membentuk sekutu dan segera mencegah kiamat yang akan segera terjadi.
Satu yang pasti, kedatangan kembali Schwarzenegger dalam serial ini harus disambut dengan tangan terbuka. Setelah digantikan oleh CGI dalam 'Terminator Salvation', Schwarzenegger kembali dengan kekakuan yang kita rindukan dan selera humor yang tidak pernah padam. Karakternya memang tidak sepecah di 'Terminator 2: Judgement Day', tapi tetap saja kehadirannya cukup membuat kerinduan para penggemarnya terobati.
Setelah mengerjakan proyek raksasa Marvel, Alan Taylor ternyata tidak kebingungan untuk mengatur tempo. Dibandingkan dengan dua film Terminator sebelumnya, 'Terminator Genisys' ini terasa seperti mendapatkan napas yang segar. Iramanya pas dan porsi antara adegan laga, drama dan komedinya pas. Koreografi adegan aksinya yang rasanya tanpa henti juga dibuat dengan teliti dan detail.
Sayangnya, secara cerita 'Terminator Genisys' terasa sekali mencoba untuk βmenebus dosaβ atas apapun yang dilakukan oleh film-film sebelumnya. Permainan loncat waktu yang dilakukan oleh Laeta Kalogridis dan Patrick Lussier sebagai penulis skripnya, kentara sekali dilakukan agar apapun yang dibuat dua film sebelumnya menjadi relevan. Selain itu, plot cerita yang tadinya cukup mantap sampai dua per tiga film menjadi basi begitu film memasuki babak ketiga. Klimaks dan resolusi 'Terminator Genisys' tidak hanya bisa ditebak namun juga kekurangan suntikan drama yang membuatnya menjadi spesial.
Untungnya dari departemen casting 'Terminator Genisys' tidak mengecewakan. Emilia Clarke walaupun tidak akan bisa menandingi kedahsyatan Linda Hamilton ternyata cukup bad-ass. Jai Courtney memang masih kaku, namun chemistry-nya dengan Emilia Clarke ternyata cukup efektif. Jason Clarke dan terutama impor Korea, Lee Byung-hun, ternyata sanggup menjadi antagonis yang bisa membuat penonton gregetan. Tambahan J.K. Simmons sebagai comic relief juga menyenangkan.
'Terminator Genisys' memang belum bisa menggantikan warisan James Cameron yang legendaris itu. Namun dibandingkan dengan dua film sebelumnya, film ini memang masih unggul. Dan hadirnya Schwarzenegger di sini, lengkap dengan ucapan Iβll be back-nya yang legendaris, menjadikan film ini tidak boleh dilewatkan bagi penggemarnya.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)











































