Maret ini Lara Croft kembali lagi. Disutradarai oleh Roar Uthaug dan ditulis oleh Geneva Robertson-Dworet dan Alastair Siddons, 'Tomb Raider' yang versi baru ini menekan tombol start untuk sebuah calon franchise yang diharapkan akan menjadi bank emas bagi Warner Bros dan MGM. Kali ini peran Lara Croft dipegang oleh pemenang Oscar Alicia Vikander.
Dalam 'Tomb Raider' yang baru, kita melihat sesosok gadis yang tangguh dan keras kepala. Kita melihat betapa kuat fisik dia ketika dia latihan boxing. Kita melihat betapa cekak dompet dia ketika si pemilik gym menagih iuran yang belum juga ia lunasi. Kemudian Uthaug membawa kita ke kehidupan sehari-hari Lara Croft, menjadi bike messenger dan melakukan segala cara untuk bertahan hidup tanpa perlu meminta uang dari keluarganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi tak ada gunanya juga terjebak dalam nostalgia masa lalu, Lara Croft akhirnya memutuskan untuk datang ke kantor ayahnya dan bersiap mewarisi seluruh harta Croft. Sampai ketika akuntan perusahaan memberikan teka-teki terakhir dari ayahnya untuk Lara Croft.
Di sana akhirnya Lara Croft menemukan riset ayahnya tentang Himiko yang harus segera dimusnahkan. Alih-alih memusnahkan riset ayahnya, Lara Croft malah menenteng backpacknya dan pergi ke Hong Kong. Dan di sinilah perjalanan baru Lara Croft dimulai.
Ketika proyek reboot 'Tomb Raider' diumumkan, banyak orang mengatakan bahwa Alicia Vikander kurang cukup hot untuk memerankan karakter ini. Tokoh Lara Croft yang terkenal dengan body aduhai-nya ini (apalagi setelah diperankan oleh Angelina Jolie yang sepertinya dilahirkan untuk peran ini) sepertinya kurang cocok dimainkan oleh Vikander yang cenderung ceking.
Meskipun begitu, Vikander terbukti berhasil memerankan karaktet Lara Croft dengan cukup baik. Penonton yang belum pernah menyaksikan Vikander lari-larian akan puas melihat bahwa sang aktris memiliki kemampuan fisik yang prima untuk memerankan ikon ini. Tambahannya, Vikander bisa memberikan suntikan emosi yang pas untuk menjadikan Lara Croft sebagai tokoh yang patut kita ikuti petualangannya.
Sayangnya komitmen Vikander tidak dibarengi dengan skrip yang apik. Skrip yang ditulis oleh Roberston-Dworet dan Siddons sangatlah generik. Tidak ada hal yang baru yang belum pernah kita tonton sebelumnya. Mereka bahkan tidak mencoba untuk memberikan kejutan yang membuat 'Tomb Raider' versi millenkals ini menjadi asyik.
Semuanya sangat linear dan sangat 'aman'. Misteri yang disimpan juga ternyata tidak semengejutkan itu. Ditambah dengan penggambaran karakter antagonis yang standar, petualangan Lara Croft kali ini terasa begitu hambar.
Uthaug berusaha keras untuk menjadikan 'Tomb Raider' ini sebagai calon ladang dolar. Ia membuat banyak sekuens yang mengharuskan Lara Croft harus tetap aktif. Adegan Lara Croft balapan di tengah London adalah salah satu highlight dari film ini. Termasuk juga adegan Lara Croft mencoba menyelamatkan dirinya dari berbagai maut yang mengancam.
Namun sayangnya semangat Uthaug untuk menjadikan 'Tomb Raider' berbeda terjerembab oleh skrip yang medioker. Hasilnya adalah film petualangan yang standar.
'Tomb Raider' memang bukan film yang sangat buruk. Anda akan menemukan hiburan menyaksikan cewek seksi bertanktop nyebur ke laut mencoba menyelamatkan diri. Tapi dibandingkan dengan film-film semacamnya, film ini tidak memiliki senjata yang kuat untuk menjadikannya spesial. Dibutuhkan lebih dari sekedar celana ketat dan tanktop seksi untuk menjadi sebuah tontonan yang menguras adrenalin. (dar/dar)